Daftar isi

Rabu, 11 Januari 2012

Bonus – 2

Aku memberinya waktu untuk beristirahat, dan ketika aku hendak mengambilkan air mineral, buru-buru Bram mencegahnya dan ia memberiku isyarat agar tetap di dekat Niken, kali ini Bram yang melayani kami. Setelah itu ia ke bathtub dan berendam air hangat di sana. Aku mengambil tissue di meja Bram dan aku sapukan lembut di bibir vagina Niken yang basah oleh cairannya sendiri dan sisa-sisa terakhir sperma Bram. Aku jongkok di sisi meja, lalu aku buka lebar-lebar kedua kaki Niken, nampaklah kini bongkahan daging kemerahan yang rambutnya tercukur habis lagi bersih. Kutempelkan bibirku di bibir vaginanya untuk melakukan oral seks, dan ketika aku buka bibir vaginanya dengan telunjuk dan jari tengahku terciumlah bau harum yang khas dari Niken. Aku menjilat dari pangkal anus Niken sampai sisi vagina bagian depan begitu berulang-ulang dan aku sela dengan gelitik ujung lidahku di mulut vaginanya.

“Ooogghhk.. aagghhmm.. punnhh.. aahh.. Prasstth.. aaghh..” Niken melonjak-lonjak, pinggulnya goyang kiri-kanan di atas meja berlapis kaca. Bokong Niken leluasa bergerak karena sperma Bram dan mani Niken sendiri bercampur meleleh di permukaan kaca meja tersebut. Setelah agak lama oral seks terhadap Niken aku lalu berdiri dan melepas semua pakaianku yang sedari tadi belum sempat terlepas. Niken membuka lebar-lebar kedua pahanya dan memegangi kedua tungkainya, matanya terpejam menyambut sensasi yang segera ia rasakan. Kedua bibirnya yang seksi itu ia buka memancing birahiku untuk segera menyetubuhinya. Aku remas sendiri penisku dan semakin mengeras dan panjang saja di hadapan Niken, kemudian perlahan aku tempelkan di mulut vagina Niken. Tepat saat Niken menyibakkan rambutnya aku hujamkan pelan memasuki rongga rahimnya.

“Prasshh.. aaookkh mmphh.. mmpff..” gumam Niken.
“Mmmpphh.. puaskan aku yach sayang..” rengek Niken manja.
“Slerphh..” 16,5 cm penisku kembali menjejali rahim Niken.
Aku membiarkannya diam terbenam di rahim Niken sambil memainkan otot-otot penisku untuk memberi rasa geli pada Niken.
“Prasshh.. ooaakhh.. aakhh.. mmpphh.. nikmat sekali, pintar kamu Pras..” puji Niken.
“Mau yang lebih nikmat say..?” tanyaku.
“Mpphh..” Niken hanya memejamkan matanya menyambut apa yang akan aku lakukan atas vaginanya.
Pelan namun pasti aku mulai mengocok lagi lubang rahimnya yang masih perat dan sempit itu.
“Aaaghh.. aaghh.. sshh mmffh.. terusshh.. aanngghh..” ceracau Niken.
Aku sedikit menarik dadaku agar tubuhku tegap berdiri dengan begitu kepala penisku akan dengan mudah menyentuh G-spot-nya.

“Aaakkhh.. yacchh.. yaahh.. mmpphh.. aangghh yaahh,” Niken semakin tenggelam dalam irama birahinya. Ia meremas sendiri kedua payudaranya dan kadang putingnya ia tarik sambil dipilin-dilepas lagi dan diulangi lagi berulang sehingga ia sendiri semakin tenggelam dalam ritme yang mengasyikkan ini. “Aaaghkku.. agh ahhk.. aahh.. aahh.. aamphh..” Niken melepas kedua tangannya dari dadanya dan berpegangan erat pada kedua sisi meja. Kepalanya oleng seperti orang kesurupan lalu dadanya ia busungkan, pinggulnya bergelinjang penuh dengan gairah birahi yang mendalam. Kami semakin jauh tenggelam dalam irama permainan ini dan tak menghiraukan lagi Bram yang dengan santainya menyaksikan permainan panas kami. Namun ketika Niken mulai tak dapat menguasai dirinya tampaknya Bram horny juga karena aku melihat tangan kanannya terlihat mengocok penisnya sendiri dan yang kiri memegang segelas Sampanye.

“Nikeenn.. aak.. aahh..” aku tak sanggup menahan laju spermaku dan bersamaan itu pula. “Prasshh.. aakh.. aaghh..” Niken menjerit dan memegang erat kedua sisi meja, pinggulnya ia hentakkan kencang-kencang dan dikombinasikan dengan goyangannya. Apa yang Niken lakukan membuatku semakin tak tahan, dan sedetik kemudian aku memancarkan maniku banyak sekali. “Aaagghh..” desahku keras. Rupanya denyutan penisku saat maniku memancar menyebabkan Niken kegelian dan buru-buru ia bangun lalu mendekapku erat-erat. Kami berdekapan mesra sampai tetes maniku terakhir aku rasakan. Sekejap aku melihat wajah Bram terlihat tegang dan kedua giginya terkatup rapat, sementara tangan kanannya terlihat semakin cepat mengocok penisnya dan tiga detik kemudian ia terlihat puas melempar senyum ke kami.

“Hem.. udah puas Nik?” suara Bram itu mengagetkan kami.
Niken menoleh ke arah Bram di bathtub lalu menganggukkan kepalanya, lalu kami french kiss lama bak sepasang kekasih.
“Terima kasih Pras, entar malem pasti lebih hot,” bisik Niken.
“Ha..” aku terkejut.
“Udah ach entar tau sendiri,” bisik Niken.
“Hayoo.. rencana busuk apa itu kok bisik-bisik?” tanya Bram berkelakar.
Niken tersenyum kecut lalu menyusul Bram ke bathtub. Setelah merapikan pakaianku, aku kembali ke ruanganku lalu mandi dan aku teridur di kursi kerjaku. Singkat dan tak kuduga sebelumnya percintaanku dengan Niken namun masih terasa gigitannya itulah kesimpulanku saat bercinta dengan Niken di ruang Bram.

Tak terasa sudah jam lima sore saat aku terjaga namun kulihat ruangan Bram tertutup rapat, khawatir janji dengan Sofi molor maka pintu aku ketuk pelan dan kudengar suara Niken mempersilakan aku masuk.
“Masuk Pras!” suara Niken mempersilakan aku masuk.
“Mana Pak Bram?” tanyaku saat melihat Niken.
“Sedang keluar,” kata Niken setengah mendesah.
“Kenapa..?” aku membalasnya dengan setengah berbisik di belakang telinga Niken.
“Masih terasa mengganjal di sini Mas..” Niken menunjuk ke selangkangannya yang ia buka melebar.
“Punya Mas besar dan panjang sich dan pokoknya mmpphh..” imbuh Niken seraya mengusap-usap vaginanya sendiri dan membuat gerakan bak disetubuhi.
“Akh udah ah, entar ketahuan Bram lho,” kataku sambil membimbing Niken berdiri.

Kemudian kami bersiap menyambut Sofi dan Bram yang akan menjemput kami petang ini. Kami duduk di lantai atas kantor kami sambil minum ginseng yang dibelikan oleh security kami. Tampak di luar masih terlihat kesibukan pelabuhan yang tak pernah akan berhenti, kami pun terlibat obrolan santai. Akhirnya aku tahu bahwa Niken menolak kalau dituduh simpanan Bram dan yang ia lakukan hanyalah demi uang dan karir. Ia mau berbuat begitu karena dikhianati oleh pacar yang amat disayanginya yang tega menghamili gadis lain. Dari Niken juga aku tahu bahwa Bram itu orangnya “Edi Tansil” alias Ejakulasi Dini Tanpa Hasil. “Baru diisep dua kali aja sudah ngecritt.. alias maninya muncrat,” kata Niken pada suatu kesempatan. Kasihan benar kamu Niken, bisikku dalam hati. Lalu aku menarik nafas dalam-dalam.

“Oh iya Niken, apa maksud kamu tadi itu?” selidikku.
“Yang mana?” tanya Niken lupa.
“Itu lho, katanya nanti malem akan lebih hot!” sahutku.
Niken termenung sesaat.
“Sebetulnya ini rahasia dari Bram, cuma karena tadi aku sangat puas dengan permainan Mas Pras akhirnya aku kelepasan ngomong,” jelas Niken.
“Begini Mas Pras, sebetulnya Bram sudah tahu kalau Sofi akan memberikan bonus dalam rangka aplikasi asuransi kemarin,” imbuh Niken.
“Terus..” tanyaku penasaran.
Niken sepertinya keberatan, lantas terdiam lalu berdiri dan meghisap dalam-dalam filter kesukaannya. Matanya menerawang jauh ke laut lepas seolah ingin menumpahkan semua beban hidupnya di sana.

“Nik..! kamu baik-baik saja kan?” aku bertanya pada Niken dan menghampirinya lalu kudekap Niken di samping kiriku.
“Nggak! nggak apa-apa kok Mas,” tukas Niken membalikkan badannya menghadapku.
“Tapi wajah kamu kok keruh begitu..?” aku mencoba agar dia mau curhat padaku.
“Mas Pras! tapi ini sangat rahasia, jadi tolong simpan untuk Mas Pras saja,” pinta Niken.
Aku tidak berkata sepatah katapun karena aku rasa Niken sudah percaya kepadaku.
“Begini Mas..!” Niken mulai curhatnya kepadaku panjang lebar yang intinya sikap Bram yang mulai terlihat mencampakkan Niken seperti baru saja terjadi antara aku, Niken dan Bram dimana Bram mengijinkan Niken aku setubuhi.
“Habis manis sepah dibuang,” kata Niken penuh kekesalan.
“Niken! dunia ini tidak hanya milik Bram atau milik kamu ataupun milik aku saja, tetapi dunia ini luas,” hiburku.
Secara jujur aku akui bahwa akhir-akhir ini aku juga merasa kesal dengan Bram yang semakin otoriter saja dan ini bertentangan dengan pribadiku.

“Sebenarnya aku sudah punya perusahaan sendiri yang aku percayakan pada salah seorang sahabatku. Sekarang masih tahap trial running dan membutuhkan accounting officer, kebetulan Niken kan background-nya accounting punya dan kala Niken bersedia Niken boleh berkarir di sana,” kucoba memberi Niken alternatif yang baik.
“Tapi..” Niken tampaknya ragu namun segera aku yakinkan.
“Nik! apakah aku seperi Bram dan.. emhh, entah apa yang terjadi tadi tiba-tiba aku tak sanggup menolaknya?” kutatap matanya dalam-dalam untuk meyakinkannya, lalu aku yakinkan lagi dengan sebuah kecupan mesra di dahinya.
“Aku tahu dan maklum kepada Mas Pras sebagai lelaki muda dan..” Niken berhenti bicara sejenak seperti berpikir sesuatu.
“Dan jantan..” tukas Niken dengan senyum manisnya yang merebak membuat wajahnya kembali bersinar.

Niken menghisap dalam-dalam kretek filternya mild-nya, lalu mencampakkan puntungnya ke vas bunga dekat jendela.
“Mas, acara nanti malam adalah rencana Bram agar dapat berkencan dengan si Sofi dan Yeni bersama kita,” jelas Niken.
“Bersama kita..” aku terheran.
“Yach fivesome lah.. dan sudah jadi rahasia umun kan ada beberapa jasa semacam itu yang memberikan bonus service yang hot,” kata Niken datar.
“Tapi Mas Pras nggak usah kuwatir, aku akan melampiaskan semua kekesalanku atas Bram pada Mas Pras, so siap-siap saja yach,” ancam Niken dengan senyumnya yang seksi yang semakin membuat hatiku berbunga.
“Dan Mas Pras akan jadi raja malam ini,” ejek Niken.
“Gila kali..” kataku pelan dan tiba-tiba saja HP-ku berdering.
“Yes Boss..” jawabku pada Bram.
“Aku sampai di Gajah Mada nich, jadi siap-siap saja, sekali celup masih bisa kok Pras,” kelakar Bram.

Aku tidak merespon kalimat terakhir Bram tadi hingga Bram menutup pembicaraan kami.
“Oh iya, kalian langsung saja ke Kopeng (Bram menyebut nama salah satu wisma), kita ketemu di sana,” ajak Bram.
“Ok, Niken ayo kita bersiap.”
Aku menggandeng Niken menuruni tangga kantor kami menuju Kijang kesukaanku. Dalam perjalanan ke Salatiga aku mempersilakan Niken untuk istirahat agar badannya kembali bugar. 1 jam perjalanan aku dan Niken tiba di wisma yang dimaksud oleh Bram, Niken masih tampak terlelap, aku mencoba membangunkannya dengan cara mengecup lembut bibirnya. “Mpphh.. udah nyampai yach..” Niken mulai tersadar dari tidurnya.

Wisma itu besar sekali dan terletak agak jauh dari jalan raya Salatiga-Magelang, mempunyai 4 kamar sekelas president suite. Melihat bangunannya ini termasuk bangunan baru namun ber-arsitek mirip bangunan lama. Bram sudah sampai duluan bersama Sofi dan Yeni yang nampak mesra di kiri dan kanan Bram di koridor depan. Melihat kedatangan kami Sofi lalu berdiri dan menyambut kedatangan aku dan Niken.
“Have a hot party,” katanya sambil mengerlingkan nakal matanya.
“Ayo kita santap malam!” ajak Sofi ke ruag tengah.
Ruangan tengah berhias lampu kristal mahal dan interiornya tertata rapi berhampar permadani merah menambah hangatnya suasana meski udara di sana terasa menggigit sampai ke tulang. Kami lantas makan bersama dan dilanjutkan berenang di warm water pool dan setelah itu acara jalan-jalan sekitar wisma itu menghirup udara segar pegunungan bercampur aroma sayuran khas pegunungan. “Nich room service-nya, bila perlu apa-apa tekan saja extention 9 untuk room service atau membutuhkan sesuatu,” kata Sofi ketika kami melewati sebuah bangunan saat kembali ke wisma.

Kami duduk-duduk di ruang depan, sementara Sofi sibuk dengan mempersiapkan ruangan tengah. Niken sedari tadi bergelayut manja padaku tampak acuh dengan Bram di depan kami yang merangkul mesra Yeni. Tampak sesekali Bram mencium bibir Yeni bahkan terang-terangan meremas selangkangan Yeni di depan Niken, Yeni sendiri rupanya juga sudah “on” berat tak memperdulikan sekitarnya. “Ternyata brengsek juga si Bram ini, tidak peduli perasaan Niken,” makiku dalam hati. Semakin lama sikap Bram semakin cuek saja, akhirnya aku menarik Niken untuk ke teras samping yang menghadap ke kebun sayuran. Kami berbicang ringan di sana tentang sejuknya dan betapa indahnya alam ini kira-kira setengah jam kami habiskan waktu untuk ngobrol. Aku dan Niken lalu masuk kembali ke ruangan semula dan aku amati wajah Yeni semakin kelihatan horny sekali, demikian juga Bram, namun mereka (Bram dan Yeni) tak dapat memulai sendiri pestanya harus bersama-sama. Wajah Yeni tidak begitu cantik namun bodinya yahut banget, dadanya membusung, tubuhnya putih mulus terawat, tungkainya lancir berkombinasi dengan pantatnya yang bulat padat menandakan bahwa power sex-nya pastilah meletup-letup dan aku yakin Bram hanya sekali goyang sudah kelojotan.

Diam-diam aku lebih bergairah jika melihat Yeni dari pada Sofi, apalagi melihat dahinya yang sedikit nonong tentu bongkahan selangkangannya juga tebal dan luas. Perfectly, bathinku. Darah lelakiku semakin berdesir kencang. Sofi sendiri orangnya montok berisi tapi tidak dapat dikatakan gemuk, tepatnya adalah semok alias seksi dan montok, kulitnya kuning dan rambutnya pendek sebahu.

Bersambung . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar