Daftar isi

Rabu, 11 Januari 2012

Pengantin Villa Roubert van der Aarkman 2

“Ayo! Lepaskan semua beban pikiranmu! Terimalah kenikmatan ini!” bujuk Roubert.
“Ngg… ooh… OOOH!!” Akhirnya pertahanan Melissa luluh juga, dengan diiringi oleh lenguhan yang keras, tubuh Melissa mengejang liar dan bahkan mantra Agatha yang menahan tubuhnya pun terlepas. Punggung Melissa membusung tinggi dan jari-jari kakinya menekuk keras. Vagina Melissa kembali memuncratkan cairan cintanya yang hangat membasahi tangan Roubert. Tubuh Melissa tetap menegang sesaat sebelum kembali melemas. Kesadaran dan pikiran Melissa pun kembali semakin menghilang seiiring dengan melemasnya tubuhnya setelah mengalami orgasme yang luar biasa itu.
“M… Mel…?” Ryan kembali memanggil Melissa dengan pelan. Namun kini tidak ada lagi respon dari Melissa.
“Akhirnya… berhasil…” ujar Roubert dengan lega sambil menarik keluar jari-jarinya dari vagina Melissa. PLOP! Terdengar suara pelepasan yang becek dari vagina Melissa.

Melissa kini tampak terbaring lemas dengan rok putihnya tersingkap dan menampakkan vaginanya yang sudah amat basah oleh cairan cintanya. Mata Melissa tampak sayu dan tatapan matanya kembali kosong. Pada saat yang bersamaan, Agatha selesai membaca mantranya. BLUK… Buku mantra yang tebal itu ditutupnya dengan keras; Agatha melepaskan pegangannya atas buku itu. Ajaib, buku itu tidak jatuh namun tampak melayang. Agatha menegadahkan tangannya dan mulai membaca mantra-mantra baru.

“Ah! Ugh!!” tubuh Melissa tampak tersentak sedikit saat mendengar pembacaan mantra itu, rasa kesemutan melanda tubuhnya, seolah sekujur tubuhnya disetrum. Perlahan-lahan, tenaga Melissa mulai terasa kembali ke otot-otot tubuhnya. Agatha menghentikan pembacaan mantranya sejenak.

“Silahkan, Meester. Dia sudah siap.” Ujar Agatha.
Roubert lalu menggenggam punggung tangan Melissa dan menggandengnya turun dari meja itu. Ryan melihat Roubert menggandeng tangan Melissa dengan menggunakan tangan kirinya, sementara tangan kanannya tampak masih basah oleh cairan cinta Melissa.

Melissa lalu dituntun ke hadapan lukisan Cerenia yang terpampang di dinding ruangan itu.
“Nah, lihatlah lukisan itu.” bisik Roubert. Melissa segera menatap lukisan itu dengan tatapannya yang kosong.
“Kamu lihat lukisan itu?” tanya Roubert. Melissa hanya menangguk pelan.
“Kamu akan menjadi sepertinya. Apa kamu bersedia?” tanya Roubert sambil menunjuk potret Cerenia dalam lukisan itu, Melissa kembali mengangguk polos. Roubert menyeringai puas. Ia lalu mengambil liontin di tangan Melissa dan mengalungkannya ke leher gadis itu; ia lalu memegang telapak tangan Melissa dan menelusupkannya kedalam rok gadis itu. Melissa dibuat agar mengusap kewanitaannya yang masih penuh dengan cairan cintanya dengan tangannya sendiri.

Setelah merasa cukup, Roubert menarik tangan Melissa dan dilihatnya telapak tangan gadis itu yang sudah basah.
“Ayo!” Tutur Roubert sambil mengarahkan telapak tangan Melissa ke lukisan itu. Melissa lalu mengusapkan cairan cintanya diatas lukisan itu. Sekilas cat lukisan itu tampak luntur dan terpapar di telapak tangan Melissa. Setelah selesai, sebagian kecil lukisan itu tampak luntur, sementara tangan Melissa kini berwarna-warni oleh cat yang luntur di tangannya.

Roubert menggandeng Melissa dan kini menuntun gadis itu kearah cermin yang ada dihadapan meja tempat Melissa tadinya terbaring.
“Nah, usapkan tanganmu ke cermin ini.” Perintah Roubert. Melissa mengangkat telapak tangannya dan mengoleskan cairan cintanya ke permukaan cermin itu sehingga cermin itu kini berlepotan oleh cat air yang luntur bercampur dengan cairan cinta Melissa.

“Ayo, lihatlah cermin itu.” ujar Roubert. Melissa pun melihat bayangannya di cermin itu. Tiba-tiba, suasana didalam kamar itu terasa gelap. Angin dingin mulai bertiup mematikan beberapa lilin yang menyala sehingga suasana terasa temaram. Ryan merasakan hawa yang mencekam menekan tiap bagian tubuhnya. Keringat dingin Ryan mulai menetes, ia merasa ada sesuatu yang janggal didalam kamar itu. Nafasnya terasa kian berat akibat tekanan hawa itu.

Ryan tersentak saat melihat bayangan Melissa di cermin itu. bayangan itu bukanlah tubuh Melissa, namun seorang wanita cantik yang tampak mengenakan busana sutra seperti yang dikenakan Melissa. Ryan baru menyadari kalau bayangan itu adalah Cerenia saat ia melihat lukisan itu. Cerenia tampak tersenyum didalam cermin, sementara Melissa masih berdiri termangu dihadapan cermin itu.

“Cerenia… Bangunlah kembali, dia kuserahkan untukmu.” Ujar Roubert sambil mendorong tubuh Melissa kehadapan cermin itu sedekat mungkin sehingga cermin itu tampak mengembun karena deru nafas Melissa yang memburu.
Sejenak, Melissa seolah mendengar suara didalam benaknya. Suara wanita itu terdengar memanggilnya.
“Melissa, itukah namamu?” Demikian suara itu terngiang di benak Melissa.
“Ya… Suara ini… Cerenia?” tanya Melissa. Ia mengenal suara dan wujud dalam cermin itu bayangan wanita sebagai yang sama yang menggantikan bayangannya saat Melissa bercermin di kamar tidur sebelumnya.
“Ya, aku sudah lama menunggu disini.” Jawab suara itu.
“Apa… yang kamu mau? Cerenia…”
“Aku ingin agar kita bersatu. Kamu memiliki raga, sedangkan aku hanya sebuah jiwa; aku ingin kembali bersama Roubert… dan aku butuh bantuanmu…” pinta Cerenia.
“Lihat cermin ini, inilah aku dan inilah dirimu. Marilah, ulurkan tanganmu, Melissa. Jangan takut. Kamu akan tetap hidup. Kita hanya akan menyatu bersama-sama. Aku akan memberimu segala milikku didalam villa ini. Kita akan bersama selamanya mendampingi Roubert.” Lanjut Cerenia sambil tersenyum dan menempelkan tangannya di cermin itu.
“Ya…” Seolah terhipnotis, Melissa mengulurkan telapak tangannya dan menempelkan tubuhnya di cermin itu. Kini Melissa dan bayangan Cerenia tampak saling menyentuhkan telapak tangan mereka, seolah mereka hanya dipisahkan oleh dinding kaca yang tipis. Melissa menutup matanya dan menempelkan dahinya di cermin.
“Roubert, kami akan menjadi milikmu selamanya…” tutur Melissa pelan. Tiba-tiba, angin yang amat kencang berhembus dan suasana kian mencekam saat villa itu terasa bergetar seperti diguncang gempa kecil. Bayangan Cerenia di cermin itu lenyap; cermin itu kini tidak menampakkan bayangan siapapun, seolah tidak ada orang di ruangan itu.

“AAGH!” Tiba-tiba Melissa mengerang kesakitan. Sekujur tubuhnya terasa sakit sekali, seolah seluruh tulangnya hendak tercabut keluar. Otot-otot tubuhnya terasa menegang keras dan rasa sakit itu mengoyak syaraf otot Melissa. Tubuh Melissa terasa amat panas dan kulitnya terasa amat sakit seolah terbakar. Kaki Melissa pun goyah karena rasa sakit itu, ia jatuh terduduk sambil memegangi tubuhnya yang terasa amat sakit.
Melissa membuka matanya, namun seluruh pandangannya kabur seperti ditutupi kabut yang tebal, seluruh ruangan itu terasa samar dimata Melissa, ia tidak bisa melihat apapun.

“… Mel…” Ryan berusaha memanggil Melissa, ia hendak menolong Melissa yang tampak amat kesakitan, namun ia sama sekai tidak berdaya karena kungkungan rantai itu dan lagi rasa sakit di tubuhnya. Roubert kembali menghampiri Ryan dan mengeluarkan sehelai kain hitam.
“Tenang, kamu boleh melihatnya sebentar lagi” ujar Roubert. Kain itu lalu digunakan untuk menutup mata Ryan yang tak bisa berontak saat matanya ditutupi oleh kain itu sehingga ia tidak bisa melihat apa-apa lagi, ia hanya bisa mendengar erangan dan jeritan kesakitan Melissa.

“Aagh… Aaa…” Melissa merintih kesakitan saat ia merasakan tubuhnya seperti mengeluarkan uap dari pori-pori kulitnya, perlahan-lahan, terdengar bunyi tulang-tulang tubuh Melissa yang mulai berubah seiring dengan keluarnya uap disekujur tubuh Melissa, otot-otot dan sendi disekujur tubuh Melissa tampak mulai berkembang sendirinya.
Perlahan-lahan, tubuh Melissa mulai berubah. Kulitnya semakin berwarna putih berubah dari putih khas Asia ke warna putih salju seperti kulit wanita Eropa. Kakinya semakin berkembang dengan pelan, menambah tinggi tubuhnya, pinggul Melissa yang kecil dan atletis kini semakin melebar; bahkan rok putih yang ia kenakan ikut robek akibat pinggulnya yang membesar. Perutnya yang rata tampak semakin padat dan pinggang Melissa tampak lebih ramping berkat perubahan struktur ototnya.
Dada Melissa juga mengalami perubahan, payudaranya yang mungil itu ikut berkembang pesat dan membesar, sehingga merobek kain sutra putih yang melilit dadanya. Tak pelak, kini tubuhnya terpampang telanjang tanpa sehelai benang pun karena rok dan penutup dadanya yang robek.
Tidak hanya tubuhnya, Melissa merasa kesakitan di kulit kepalanya, seolah rambutnya ditarik dengan kencang dan seiring dengan rasa sakit itu, rambut pendek Melissa memanjang dengan cepat. Rambut hitamnya juga perlahan berubah warna menjadi coklat seiring dengan memanjangnya rambut Melissa.
Melissa menutup matanya dengan erat saat ia merasakan ada suatu tekanan yang hendak meledak dari dalam tubuhnya. Perlahan-lahan, jantungnya semakin berdegup kencang seiring dengan tubuhnya yang semakin berkembang mendekati tahap akhir.

“HAAAGH!!!” Terdengar suara teriakan Melissa saat tubuhnya melepaskan rasa nyaman yang luar biasa dan menenangkan rasa sakitnya. Melissa akhirnya berhasil menyelesaikan perubahannya tubuhnya. Baik Agatha maupun Roubert berdecak kagum melihat tubuh baru Melissa. Mereka memapah tubuh Melissa dengan pelan dan memposisikan tubuh gadis itu dihadapan cermin.
“Bukalah matamu, Mel… bukan… Cerenia…” ujar Roubert. Melissa membuka matanya perlahan. Pandangannya kini kembali jelas dan semuanya tampak begitu bening dan cemerlang dimata Melissa. Melissa begitu takjub saat melihat bayangan tubuhnya saat ini.

“Ini… aku?” tanya Melissa setengah tidak percaya saat melihat bayangan tubuhnya yang kini telah berubah. Melissa kini bisa melihat bayangan seorang gadis berwajah mirip dengannya, bagai seorang kembaran namun dengan tubuh yang jauh berbeda; lebih indah dan sensual.
Ya, kini tubuh Melissa yang mungil telah berubah drastis. Kulitnya kini putih seperti wanita Eropa dan tubuhnya kini tampak jangkung dengan tinggi barunya yang kini berkisar sekitar 175 cm. Rambutnya yang kini berwarna coklat dan panjang terurai lurus sepunggung dan sebagian menutupi payudaranya yang kini berukuran sekitar 34D, berkembang jauh dari payudara awalnya yang mungil dan berukuran 32B.
Tubuh Melissa tampak amat indah dengan lekukan pinggang rampingnya yang sesuai dengan payudara dan pinggulnya yang telah membesar. Perutnya yang rata dan padat tampak semakin menonjol dengan bentuk tubuhnya. Pantat Melissa yang putih dan montok tampak begitu menggoda dihadapan Roubert.
Bola mata Melissa yang tadinya berwarna hitam kini telah berubah warna menjadi biru safir yang indah dengan sentuhan biru laut yang menawan. Suara Melissa terdengar semakin lembut dan lebih merdu.

“Agatha, waktunya sudah tiba…” tutur Roubert. Agatha mengangguk tanda mengerti. Ia segera melapas jubahnya dan menyelubungi tubuh Melissa yang masih terpampang polos.
“Meisje Cerenia… Selamat, anda telah kembali.” Ujar Agatha.
“Aku… Cerenia?” tanya Melissa setengah tidak percaya, ia terus menatap dan mengagumi wujud barunya yang indah dan cantik itu.
“Ya, bukankah anda berdua adalah satu? Kini anda bukanlah lagi Melissa, nama anda adalah Cerenia.”
“Ya… namaku Cerenia… Aku… adalah Cerenia…” ujar Melissa pelan.
“M… Mel… apa-apaan… kamu… agh!” tanya Ryan heran, ia kebingungan saat melihat mendengar percakapan antara Melissa dan Agatha. Apakah suara itu adalah suara Melissa? Nada suara wanita itu mirip dengan suara Melissa, namun jauh lebih lembut. Ryan sama sekali masih belum mengerti akan apa yang terjadi.
“Tenang, setelah dia siap, kamu boleh melihatnya. Kami harus mempersiapkan penampilannya dulu.” Ujar Roubert.
“Ayo, Meisje Cerenia, kita akan mempersiapkan penampilan anda.” Ujar Agatha. Mereka bertiga lalu berjalan keluar dari kamar itu, meninggalkan Ryan sendirian dengan mata yang ditutup.

Selama beberapa saat Ryan merenung dalam kegelapan pengelihatannya. Sebenarnya apa yang telah terjadi pada Melissa? Mengapa Melissa seolah berubah drastis, dan apakah wanita yang lembut barusan itu benar-benar suara Melissa? Dari isi percakapan itu, seolah memang Melissa yang sedang berbicara. Ia tahu bahwa pastinya Roubert akan melakukan sesuatu sekali lagi dengan Melissa, namun apa yang dilakukan Roubert? Pikiran itu tetap menghantui benak Ryan selama beberapa saat dan ditambah dengan rasa sakit di rusuknya.

Beberapa saat kemudian, Ryan mencium aroma wangi bunga semerbak didalam ruangan itu. Wangi ini berbeda dengan aroma bunga bekas ritual yang masih memenuhi ruangan itu. Wangi bunga ini seperti wangi bunga lili yang lebih lembut namun lebih wangi daripada aroma bunga ritual itu. Bersamaan dengan terciumnya aroma bunga itu, Ryan mendengar suara langkah kaki beberapa orang yang terdengar memasuki ruangan itu. Ryan menggeliat, ia berusaha untuk memahami keadaan dalam ruangan itu.

“Nah, kamu ingin melihat kekasihmu, bukan?” tiba-tiba terdengar suara pria dari kegelapan. Ryan mengenali suara itu sebagai suara Roubert.
“Silahkan, lihatlah hingga kamu puas!” ujar Roubert sambil melepaskan kain penutup mata Ryan seketika itu pula Ryan kembali merasakan cahaya yang menerpa pengelihatannya. Perlahan-lahan ia mengangkat pandangannya untuk melihat suasana disekelilingya.

Ryan terkesima saat melihat seorang wanita cantik bergaun pengantin putih sedang duduk diatas meja altar tempat Melissa berbaring sebelumnya. Walaupun bermodel kuno, gaun pengantin itu justru menonjolkan keanggunan dan kecantikan wanita itu yang seolah tampak seperti seorang putri raja. Lekuk tubuh indah milik wanita itu tampak menonjol dengan balutan gaunnya yang feminin.
Ryan menggelengkan kepalanya sejenak seolah tidak percaya saat melihat wajah wanita yang ada dihadapannya. Ya, wanita itu tak lain adalah Melissa. Walaupun tubuhnya telah berubah dan rambutnya memanjang, Ryan masih bisa mengenali wajah kekasihnya itu karena wajah Melissa tidak banyak berubah, wajah Melissa yang manis kini tampak amat cantik dengan rambut panjangnya yang berwarna coklat dan bola matanya yang kini berwarna biru laut itu. Melissa kini mengenakan gaun pengantin milik Cerenia yang tadi ia keluarkan dari lemari jati dalam kamarnya saat ia baru selesai mandi.

Gaun Cerenia itu kini tampak pas dengan ukuran tubuh Melissa yang sudah berubah. Sebagai pelengkap, Melissa juga tampak memakai sepasang sarung tangan putih dari sutra yang menutupi jari-jari lentiknya hingga ke pergelangan tangannya. Di kepala Melissa, terpasang tiara perak dan rambut panjangnya yang terurai bebas dihiasi dengan sebuah pita putih besar yang memperkuat kesan feminin gaun itu. di jenjang leher Melissa masih terpasang liontin emas yang dikalungkan oleh Roubert.
Wajah Melissa juga telah dirias sedemikian rupa sehingga tampak semakin cantik. Bibir Melissa yang tampak merah merekah dan ditambah dengan bulu matanya yang dilentikkan membuatnya tampak anggun. Ryan benar-benar kagum melihat penampilan Melissa itu, belum pernah ia melihat Melissa dengan penampilan yang berbeda seperti ini, Melissa yang tomboy itu kini tampak amat feminin dan cantik dengan penampilan barunya dan balutan busana pengantinnya itu.

“M…Mel?” tanya Ryan setengah tidak percaya.
“Ah? Ya, dulunya dia bernama Melissa, tapi sekarang namanya adalah Cerenia. Benar, Sayang?”
“Ya.” Jawab Cerenia sambil tersenyum manis. Ryan semakin yakin bahwa wanita itu adalah Melissa dari senyum wanita itu. Ryan masih mengingat jelas senyuman Melissa saat gadis itu memaafkannya karena mengatainya tomboy, senyuman itu sama persis dengan senyuman manis Cerenia saat ini.
“A… apa yang… kalian lakukan… pada Melissa…? Mel… kamu… kenapa?” tanya Ryan terbata-bata.
“Kami hanya membuatnya lebih cantik dan mengabulkan keinginannya, benar Cerenia?” ujar Agatha yang segera dijawab dengan anggukan riang Cerenia.
“A…pa?”
“Sepertinya dia belum mengerti, Meester.” Gumam Agatha.
“Ya sayang, apa keinginanmu?” tanya Roubert pada Cerenia sambil datang dan merangkul pundak Cerenia.
“Aku ingin menjadi pengantinmu, Roubert.” Jawab Cerenia mantap. Ryan tidak percaya saat mendengar ucapan Cerenia itu.
“M… Mel… kamu…”
“Masih belum mengerti juga? Dia bukan lagi Melissa yang kamu kenal dulu, sekarang dia adalah Cerenia, pengantinku di villa ini. Kepribadian, ingatan dan tubuh mereka sudah bersatu dan inilah hasilnya” Ujar Roubert.
“Bu… kan… Dia Me…lissa… ” tutur Ryan.

“Haah…” Cerenia tampak menghela nafas melihat kengototan Ryan.
“Maaf, Madame Agatha, bolehkah anda keluar sebentar?” pinta Cerenia dengan sopan.
“Tentu, Meisje Cerenia.” Jawab Agatha sambil berlalu pergi.
“Memang sulit untuk mempercayai hal seperti ini ya, Ryan? Apalagi beberapa saat sebelumnya kita masih bersama.” ujar Cerenia sambil beranjak turun dari meja altar itu dan berjalan menghampiri Ryan.
“Tapi, kamu lihat sendiri. Sekarang aku bukan lagi Melissa. Aku adalah Cerenia van Roosliefde, Pengantin Roubert van der Aarkman.” Lanjut Cerenia sambil tersenyum berdiri di hadapan Ryan. Ryan menatap wajah Cerenia, kini tinggi mereka hampir sama tinggi, padahal tadinya Melissa lebih pendek darinya. Aroma bunga lili yang terpancar dari tubuh Cerenia membuat Ryan merasa kepalanya melayang, sementara ia masih terpesona melihat kecantikan Cerenia dan mata birunya yang indah itu.
“M… Mel… aku tahu… ini kamu… Mel… Sadarlah…” ujar Ryan.
“Maaf Ryan. Kamu yang harus sadar.” Jawab Cerenia pelan. Cerenia lalu menegadahkan wajah Ryan dan meniupnya pelan. Seketika itu pula, tubuh Ryan terasa lemas tanpa tenaga, seolah seluruh sisa tenaganya tertiup pergi oleh Cerenia.

Cerenia berjalan kearah Roubert dan segera memeluk leher kekasih barunya itu. Di hadapan Ryan, Cerenia mendaratkan kecupan lembut di bibir Roubert. Roubert pun segera memagut bibir pengantinnya itu dan menjelajahkan lidahnya kedalam rongga mulut Cerenia.
“Ik hou van jou, Roubert…” tutur Cerenia pelan sambil kembali memeluk Roubert. Roubert tersenyum sambil melihat Ryan. Seolah memamerkan kemenangannya atas Cerenia.
“Kamu lihat sendiri? Bukankah dia sendiri yang mengutarakan kalau dia mencintai saya?” ejek Roubert pada Ryan sambil memeluk pinggang Cerenia.
“Sekarang katakan sekali lagi, Cerenia. Supaya dia mengerti.” Pinta Roubert.
“Ik hou van jou, aku mencintaimu, Roubert…” jawab Cerenia sambil menatap wajah Roubert. Pernyataan cinta itu seketika itu pula menghancurkan hati Ryan hingga berkeping-keping.

“Cerenia, bolehkah aku memintamu untuk melakukan sesuatu?” tanya Roubert.
“Ya?”
“Bolehkah aku mendapatkan tubuhmu sekarang? Aku ingin agar dia bisa melihat seberapa dalamnya cinta kita.” Ujar Roubert sambil memeluk kepala Cerenia dan mengelus rambut Cerenia yang lembut.
“Apapun, apapun untukmu, Roubert…” jawab Cerenia mantap.
Roubert tersenyum dan mendorong pelan tubuh Cerenia kearah meja itu sehingga kini tubuh Cerenia terhimpit diantara meja altar itu dan tubuh Roubert. Roubert lalu meraih dagu Cerenia dan menegadahkan kepala Cerenia menatap wajahnya.
Cerenia tersenyum seolah mengerti dan membuka mulutnya perlahan. Tanpa menunggu lebih lama, Roubert segera mendaratkan ciumannya di bibir Cerenia. Kini, giliran Cerenia yang mengulurkan lidahnya dan menarikannya didalam mulut Roubert. Roubert membalas dengan mengulurkan lidahnya dan menautkannya di lidah Cerenia untuk mencicipi ludah pengantinnya itu.

“Hmmph…” Cerenia menggumam pelan, ia melingkarkan lengannya di leher Roubert dan memeluknya dengan erat, sehingga mereka kini berpelukan dengan semakin erat. Akibatnya, Roubert bisa merasakan hembusan nafas Cerenia yang wangi dan meresapi rasa lembut di mulut pengantinnya itu.
“Hmp… Cerenia…” gumam Roubert saat Cerenia menarikan lidahnya dengan lidah Roubert. Roubert amat menyukai gaya berciuman Cerenia dan tarian lidahnya yang erotis itu. Ryan sendiri melongo keheranan, belum pernah ia melihat Melissa yang begitu bersemangat seperti itu, bahkan saat mereka berhubungan seks sebelumnya.
Selama beberapa saat mereka berciuman dengan mesra dan setelah merasa cukup, Cerenia melepas pelukannya di leher Roubert dan sekaligus menghentikan ciumannya.
“Kamu memang hebat, sayang…” puji Roubert pada Cerenia.
“Ya, aku sudah lama ingin melakukannya dengan pria yang kucintai.” Jawab Cerenia riang.

Roubert memegang pundak Cerenia yang masih tertutup puff bahu gadis itu. Ia lalu menekan bahu Cerenia sehingga posisi tubuh Cerenia pun semakin membungkuk dan akhirnya Cerenia berada dalam posisi berjongkok dihadapan Roubert. Roubert lalu melepaskan ikat pinggangnya dan menurunkan celananya dihadapan Cerenia. Kini penis Roubert terpampang jelas dihadapan wajah Cerenia.

Baik Ryan maupun Cerenia sendiri tampak membelalak melihat penis itu, ukurannya jauh lebih besar dari penis Ryan. Cerenia masih memiliki sebagian ingatannya sebagai Melissa, karena itulah ia tampak tertegun saat melihat penis milik Roubert yang sudah menegang dan tampak gagah itu; amat berbeda dari penis Ryan yang pernah dilihatnya dulu saat masih hidup sebagai Melissa.

“Nah, Cerenia. Layanilah aku.” Perintah Roubert. Seolah terhipnotis, Cerenia menganggukkan kepalanya. Ia lalu mengarahkan tangannya meraih penis Roubert dan menggenggamnya erat. Perlahan-lahan Cerenia mengocok penis Roubert maju mundur dengan tangannya sambil sesekali membelainya pelan dengan jari-jari lentiknya. Akibatnya, Roubert merasakan sensasi rasa nikmat yang membelai dan menyelimuti penisnya dengan lembut. Kehalusan sarung tangan sutra milik Cerenia juga semakin membuat Roubert terangsang berat.
“Mmm, Bagaimana rasanya, Roubert?” tanya Cerenia dalam posisi jongkok dihadapan penis Roubert. Roubert tidak menjawab, ia masih terbuai oleh rasa nikmat kocokan tangan Cerenia.
“Apakah tidak nyaman?” tanya Cerenia dengan nada sedikit cemas. Ryan sedikit heran dengan kelakuan dan sifat Cerenia itu. Ya, sifat Cerenia yang kini tampak feminin dan agak polos jelas jauh berbeda dengan sifat tomboy Melissa karena kepribadian Cerenia yang lebih dominan, namun hal itu justru semakin membuatnya tampak lebih menarik. Cerenia tampak seperti anak kecil yang penasaran dan belum berpengalaman dalam melayani Roubert; hal itu justru membuat Roubert dan Ryan merasa gemas dengan kelakuannya itu.

“Tidak… hmm… kamu cukup hebat, Sayang…” ujar Roubert menenangkan Cerenia. Dengan kehangatan dari telapak tangan, kocokan pelan, sentuhan jari lentik dan kelembutan dari sarung tangan Cerenia, sudah lebih dari cukup untuk membuat Roubert terbang ke awang-awang. Walaupun tampak masih agak amatir, Cerenia sudah bisa memberi Roubert cukup kenikmatan. Namun Roubert mengatur dirinya agar ia tidak buru-buru berejakulasi. Roubert masih ingin agar Cerenia memuaskannya lebih jauh, apalagi pemandangan gadis cantik bergaun pengantin yang sedang memainkan penis dihadapan mantan kekasihnya itu cukup memuaskan Roubert, terlebih saat ia melihat sorot mata Ryan yang masih terikat erat di tembok. Roubert mengatur posisi tubuhnya sehingga pegangan tangan Cerenia sesekali terlepas dari penisnya saat Roubert merasa hendak berejakulasi.

“Oh ya? Bolehkah aku tetap memainkannya seperti ini?” tanya Cerenia sambil mempertahankan ritme gerakan tangannya dan mendekatkan tubuhnya ke paha Roubert. Roubert bisa melihat bahwa Cerenia mulai terbiasa memainkan penisnya itu.
“Lakukanlah sesukamu, Sayang.” jawab Roubert. Cerenia tampak tersenyum kecil dan meneruskan kocokannya itu.

Roubert sesekali mengamati tubuh Cerenia. Kulit putih Cerenia tampak halus dan lembut dan tampak amat serasi dengan warna gaunnya yang putih bersih dan memberinya kesan feminin dan polos yang natural. Lehernya tampak ramping dan indah dengan kilauan liontin emas yang melingkari leher Cerenia. Ukuran tubuh Cerenia masih bisa dikatakan langsing dan padat untuk ukuran seorang wanita Eropa; walaupun masih tertutup oleh gaunnya, pinggangnya yang ramping tampak terlihat jelas sementara pinggulnya yang agak lebar tampak menggoda Roubert, belum lagi saat Roubert mengingat bentuk pantat Cerenia yang sempat dilihatnya saat Cerenia masih telanjang bulat setelah ritual itu.

“Bagaimana rasanya sekarang?” tanya Cerenia pelan dengan nada agak ragu. Roubert bisa merasakan Cerenia mencengkeram penisnya lebih erat dan memperkuat tenaga kocokannya. Roubert juga sesekali merasakan sesuatu yang lembut dan empuk sesekali menyentuh ujung penisnya. Rupanya penisnya juga sesekali menyentuh dada Cerenia seiring dengan kocokan Cerenia yang lebih kencang itu.

Roubert melihat wajah Cerenia yang kian memerah seolah dipenuhi oleh rasa penasaran saat mengocok penis Roubert. Hembusan nafas Cerenia tampak semakin berat, menggelitik permukaan kulit penis Roubert, sementara bibirnya yang sedikit membuka seolah memohon untuk mencicipi penis Roubert. Tubuh Roubert semakin bergetar karena sensasi yang diberikan Cerenia itu, namun karena Roubert mengatur tubuhnya itu, ia berhasil menahan ejakulasinya sehingga Cerenia juga semakin kebingungan.
“Apakah sentuhanku tidak nyaman?” gumam Cerenia sejenak dengan nada cemas bercampur bingung.
“Hmm… bukan begitu, Sayang… Egh!” Belum sempat Roubert menyelesaikan kalimatnya, ia dikejutkan dengan sensasi rasa hangat dan lembut yang menyelimuti ujung penisnya. Roubert menunduk, hanya untuk melihat bahwa ujung penisnya telah terbenam didalam mulut Cerenia yang mungil. Mata Cerenia tampak sayu saat ia menatap wajah Roubert yang masih tampak terkaget-kaget dengan tindakan pengantinnya itu.

“Mungkin aku harus melayanimu dengan mulutku?” tanya Cerenia pelan. Roubert mengangguk senang dan Cerenia kembali beraksi, ia membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya. Cerenia menjilati batang penis Roubert dengan lidahnya, melumuri batang penis Roubert dengan ludahnya hingga berkilat, sebelum mulutnya menutupi batang penis Roubert.
“Huaah…” Roubert mengerang penuh rasa nyaman saat ia merasakan rasa hangat dan lembut yang menyelimuti penisnya itu.
“Hmm… mmm… mmh…” Cerenia menyibakkan rambut panjangnya ke pinggiran telinganya, menggumam sejenak dan perlahan menggerakkan kepalanya maju-mundur sambil memijat ujung penis Roubert dengan bibirnya yang lembut. Lidahnya sesekali menjilat ujung penis Roubert didalam mulutnya; memberi lelaki itu sensasi kenikmatan baru.
“Hggh…” Roubert kembali mengerang, terpengaruh oleh permainan oral Cerenia. Ia berusaha kembali untuk mengatur posisi penisnya agar ia tidak cepat berejakulasi, namun kini penisnya sudah terperangkap didalam rongga mulut Cerenia dan tidak bisa ditariknya keluar. Sehingga kini Roubert tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima servis Cerenia sepenuhnya.
“Hmm? Bwa…mmm… na?” tanya Cerenia setengah tidak jelas karena mulutnya masih dipenuhi penis itu, getaran dari suara Cerenia yang keluar dari mulutnya semakin menstimulasi penis Roubert. Roubert semakin tidak tahan, perlahan-lahan ia mendorong dahi Cerenia mundur, namun Cerenia malah memajukan kepalanya. Dengan sedikit putus asa, Roubert mendorong kepala Cerenia sekuat tenaga secara mendadak, akibatnya Cerenia terpental jatuh dari posisinya yang berjongkok itu.

“Aduh!” Rintih Cerenia saat pantatnya jatuh terjerembab di lantai ruangan itu. Ryan tampak sedikit membelalak menahan amarahnya, ia tidak terima atas perlakuan Roubert pada Cerenia itu. Bahkan Ryan sendiri tidak pernah mendorong Melissa hingga terjerembab; andai kata tubuhnya bisa digerakkan bebas, sudah pasti ia akan menolong Cerenia saat itu juga.

“Roubert… kenapa?” tanya Cerenia penuh keheranan dengan raut wajah yang agak memelas.
“Maaf… mungkin rasanya tidak nyaman ya? Aku hanya ingin melayanimu sebaik mungkin…” lanjut Cerenia sambil meminta maaf. Ryan merasa semakin geram, ia tahu jelas bahwa Cerenia sama sekali tidak bersalah dan justru Roubert-lah yang sedari tadi mempermainkan gadis itu. Roubert hanya tersenyum menatap wajah pengantinnya itu.
“Tidak. Kamu hebat sekali sayang.” puji Roubert.
“Lalu, mengapa aku didorong?”
“Justru itu, kamu hebat sekali, tapi aku tidak mau hanya aku saja yang merasakan kenikmatan…” jawab Roubert sambil mengamati tubuh Cerenia yang kini terduduk dihadapannya. Tatapan Roubert perlahan-lahan mengarah pada kedua payudara ranum Cerenia yang masih tertutup oleh gaunnya. Roubert kembali tersenyum sambil meraih pergelangan tangan Cerenia dan menarik tubuh pengantinnya itu sehingga Cerenia kembali berdiri dihadapannya. Roubert membelai kepala Cerenia dengan penuh rasa sayang.

“Maaf ya, Cerenia? Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Roubert. Cerenia hanya mengangguk pelan walaupun wajahnya tampak masih sedikit memancarkan rasa sakit.
“Sekarang, giliranku untuk membuatmu nyaman.” Ujar Roubert dengan seringai penuh kegembiraan.
Perlahan-lahan, tangan Roubert menyusupi pinggiran bagian dada gaun Cerenia dan menelusupkan tangannya ke bagian dada Cerenia.
“Ah?” Cerenia terhenyak sesaat saat merasakan rabaan Roubert di dadanya.
“Aku tidak menduga kalau tubuhmu akan berkembang sampai seperti ini.” Ujar Roubert.
“Hmm, Kenapa? Apa kamu tidak suka?” tanya Cerenia.
“Tidak, dadamu tetap indah dan empuk.” Goda Roubert. Cerenia hanya tersipu malu mendengar komentar itu. Roubert lalu menjelajahkan tangannya meraba permukaan payudara Cerenia. Ia akhirnya menemukan apa yang dicarinya, puting susu Cerenia. Dengan pelan dipencetnya puting susu gadis itu.
“Ach!” Jerit Cerenia pelan, saat ia merasakan desiran rasa nikmat yang melanda bagian dadanya ketika puting susunya dipencet oleh Roubert. Roubert lalu memijat payudara Cerenia dengan pelan.
Cerenia merasakan rasa yang berbeda dengan saat ia masih hidup sebagai Melissa. Dengan payudaranya yang besar saat ini, rasa ransangan oleh jari-jari Roubert terasa semakin jelas, walaupun ia belum begitu terbiasa dengan sedikit rasa berat akibat pertumbuhan dadanya itu.

Roubert membungkukkan badannya sehingga wajahnya kini berada dihadapan dada Cerenia. Dengan gemasnya, ia membenamkan wajahnya di belahan dada Cerenia yang masih tertutup oleh gaunnya. Dihirupnya aroma wangi bunga lili dari gaun Cerenia sementara wajahnya menyerapi rasa nyaman dan empuk di dada Cerenia. Roubert pun semakin dalam membenamkan wajahnya di dada Cerenia sambil sesekali menggesekkan wajahnya di dada empuk itu. Cerenia hanya tersenyum geli saat melihat tingkah Roubert yang seperti anak kecil itu.

“Ah… Hei, Roubert… Geli…” ujar Cerenia sambil meringis kegelian. Roubert tidak tahan lagi, ia menatap Cerenia untuk meminta agar ia boleh menikmati payudara Cerenia lebih “dalam” lagi.
“Cerenia, bolehkah aku…”
“Ya, silakan saja.” Jawab Cerenia sambil tersenyum kecil seolah bisa membaca pikiran Roubert. Cerenia lalu berbalik arah sehingga kini ia memunggungi Roubert. Roubert bisa melihat kancing-kancing yang masih terkancing rapi menutupi punggung Cerenia. Disibakkannya rambut panjang Cerenia dan perlahan-lahan, ia melepaskan kancing-kancing itu satu persatu sehingga akhirnya punggung putih mulus milik Cerenia terpampang indah dihadapan Roubert. Roubert tidak membuka simpul pengikat gaun Cerenia sehingga hanya setengah dari punggung Cerenia yang terpampang dihadapan Roubert.

Roubert lalu menarik kedua sisi gaun Cerenia yang telah terlepas dari kancing-kancing itu hingga terlepas dari tubuh Melissa, bagian lengan gaun itu lalu dilolosi dari lengan Cerenia dan memamerkan lengan putih mulus milik Cerenia. Bagian depan gaun itu lalu diturunkan akibatnya, payudara Cerenia pun kini menggantung bebas karena model gaun itu sekaligus merangkap sebagai bra bagi pemakainya.
Ryan menelan ludahnya penuh kekaguman saat melihat payudara Cerenia yang indah itu tergantung bebas. Walaupun berukuran besar, payudara Cerenia tidak tampak meler menurun, namun malah tampak membusung kencang, indah dan proporsional, seolah menonjolkan keindahan puting susunya yang berwarna merah muda.

Cerenia menggenggam payudara kanannya seolah masih tidak percaya bahwa dada itu adalah miliknya. Beberapa saat yang lalu, ia masih memiliki payudara mungil yang tampak cantik, namun kini dadanya yang telah berubah membesar itu tampak indah dan sensual. Kini tidak mungkin lagi baginya untuk memakai pakaian dalam ukuran tubuh Melissa; namun ia tidak perlu khawatir karena di dalam villa itu masih banyak gaun-gaun milik Cerenia yang sesuai untuk ukuran tubuhnya yang baru itu.

Roubert kembali membalikkan tubuh Cerenia sehingga kini dada Cerenia terpampang polos dihadapannya. Ia kembali menurunkan wajahnya dihadapan dada itu.
“Akh!” Cerenia menjerit terkejut saat mulut Roubert melahap payudara kirinya dan mengisap-isap puting susunya. Roubert lalu menggeser telapak tangan Cerenia dan mencengkeram kedua payudara Cerenia itu.
“Ach… mmm…” Cerenia mendesah pelan saat ia merasakan kehangatan telapak tangan Roubert dan rasa geli dengan hisapan Roubert di puting payudaranya.
Roubert pelan-pelan membelai ujung puting payudara Cerenia dengan lidahnya dan sesekali menggigit ujung puting itu dengan pelan. Akibatnya payudara Cerenia dilanda rasa geli sekaligus sedikit sakit akibat perlakuan Roubert pada payudaranya itu. Cerenia memejamkan matanya sambil berusaha menikmati rasa nikmat di payudaranya itu.

Roubert perlahan-lahan mendorong tubuh Cerenia sehingga Cerenia tersandar di meja itu.
“Ayo, naikkan pahamu, sayang…” pinta Roubert yang segera dijawab dengan anggukan Cerenia. Cerenia mendudukkan tubuhnya diatas meja itu dan mengangkat sebelah kakinya. Cerenia lalu mendudukkan dirinya diatas meja itu untuk menyamankan dirinya. Ryan bisa melihat sepatu hak tinggi berwarna putih dan kaos kaki putih sebetis yang menutupi kaki Cerenia.
Roubert memegang ujung rok gaun beserta kawat ujung petticoat yang terpasang di tubuh Cerenia dan menyingkapkannya keatas sehingga ini selangkangan Cerenia tampak jelas. Tampaklah sebuah celana dalam putih polos yang masih melindungi kewanitaan Cerenia.

Roubert lalu mengarahkan tangannya ke arah selangkangan Cerenia dan membelai permukaan celana dalam wanita itu. Cerenia mendesir perlahan saat merasakan rasa geli saat vaginanya dibelai oleh permukaan celana dalamnya. Roubert menjelajahkan tangannya semakin dalam ke pinggang Cerenia ia lalu menggenggam pinggiran celana dalam Cerenia dan melorotkannya turun. Cerenia tidak berontak sama sekali, malah ia merogoh kedalam rok gaunnya dan menarik pinggiran celana dalamnya yang lain sambil mengangkat punggungnya. Mereka berdua dengan kompak menarik turun celana dalam Cerenia hingga akhirnya celana dalam itu terlepas.

Roubert tidak mau menunggu terlalu lama, dijulurnya tangannya langsung meraba kewanitaan Cerenia.
“Ngh!” Cerenia tampak sedikit mendelik. Vaginanya juga terasa lebih sensitif pada sentuhan setelah ritual.
Roubert lalu berlutut dihadapan vagina Cerenia dan kembali memasukkan jarinya ke belahan vagina Cerenia.
“Aahn… aah… aaa…” Desah Cerenia penuh kenikmatan saat perlahan-lahan, Roubert mengaduk isi vaginanya seolah mencari sesuatu, Cerenia kian menggelinjang erotis merasakan sentuhan tangan Roubert pada tepian celah vaginanya.
“Awh!” Cerenia menjerit saat Roubert berhasil menemukan klitorisnya dan mencubitnya perlahan. Terasa semburan sensasi rasa geli dari klitoris Cerenia yang segera menggelitik seluruh syaraf tubuhnya. Roubert yang menyadari bahwa klitoris Cerenia ada dalam genggamannya, mulai beraksi. Daging lembut itu perlahan dipencet dan dimainkan dengan jari-jarinya yang besar.
“Bagaimana rasanya, Cerenia? Katakanlah dengan jelas supaya Ryan bisa mendengarmu.” Tanya Roubert.
“Ach! Ah! Aakh… Roubert… rasanya nikmat… aakh!” gumam Cerenia dengan mata setengah terpejam saat rasa nikmat dari vaginanya kian menjalari tubuhnya. Wajah Cerenia merah merona saat ia sekilas melihat vaginanya yang sedang dipermainkan oleh jari Roubert.
“Coba ini, Cerenia…” ujar Roubert sambil menggesek-gesekan klitoris Cerenia.
“A… Aah! Ah… Aaa! Vaginaku… Ooh… Nikmat! Rasanya nikmat sekalii… aah…” celoteh Cerenia. Roubert tersenyum saat merasakan cairan hangat yang kian membasahi tangannya.
“Cerenia, coba lihat. Cairan cintamu sebanyak ini…” ujar Roubert sambil terus mempermainkan vagina Cerenia.
“Nggh… rasanya nikmaat… ngh… ooh!” celoteh Cerenia.
“Kalau begitu, sebentar lagi akan lebih nikmat.” Ujar Roubert sambil melesakkan jari telunjuknya menembus lubang pipis Cerenia.
“Hyah!” Cerenia menjerit seketika dan tubuhnya mengejang sesaat. Roubert kembali meliuk-liukkan jarinya didalam vagina Cerenia namun ia kini menggerakkan jarinya lebih pelan agar Cerenia dapat meresapi rasa nikmat saat vaginanya dipermainkan. Semakin lama, cairan vagina Cerenia semakin banyak meluap dan membasahi petticoat yang dikenakannya. Roubert merasa sudah cukup dalam memberikan pemanasan untuk Cerenia.

Roubert memajukan kepalanya ke arah selangkangan Cerenia yang ada dihadapannya perlahan-lahan hingga wajahnya kini berada di hadapan vagina Cerenia. Roubert bisa mencium aroma khas vagina Cerenia
“Ah!” Cerenia merintih perlahan saat ia merasakan sesuatu yang lunak dan basah menyentuh permukaan kewanitaannya. Rupanya lidah Roubert sudah mulai menggerayangi vagina Cerenia. Perlahan-lahan, lidah Roubert menyapu celah vagina Cerenia dan membasahinya dengan liurnya. Cerenia merintih-rintih kegelian dengan perlakuan lidah Roubert di vaginanya itu.
Roubert lalu melesakkan lidahnya membelah celah kewanitaan Cerenia perlahan-lahan dan membenamkan lidahnya diantara celah vagina itu.

“Ah! Mmm…” Cerenia bergumam kegelian saat merasakan sensasi rasa geli dan basah yang serasa menceboki kewanitaannya itu.
“Ach! Aww…” Cerenia menjerit kecil saat merasakan sentuhan lidah Roubert pada klitorisnya. Rasa geli itu seolah menyetrum syaraf tubuhnya yang sensitif. Desiran-desiran kenikmatan datang silih berganti terus menerpa syaraf tubuh Cerenia. Apalagi saat Roubert kembali menyusupkan jari telunjuknya kedalam lubang vagina Cerenia dan mengoreknya pelan, seolah menggali liang vagina Cerenia lebih dalam. Akibatnya, cairan cinta Cerenia kian meluap keluar bersamaan dengan nafsu birahinya yang kian memuncak. Cairan cintanya meleleh pelan dari celah vaginanya sehingga gerakan di wajah Roubert tidak lagi hanya menjilat vagina Cerenia, namun kini ia juga semakin leluasa menyeruput cairan cinta Cerenia.

Tubuh Cerenia semakin menggelinjang penuh kenikmatan. Matanya tampak merem melek menahan desiran rasa geli yang nikmat saat vaginanya dikorek dan dijilati Roubert.
“Aawh… aach… aaa…” Cerenia semakin mendesah dengan keras. Ia merasakan seluruh tubuhnya seolah memancarkan rasa nyaman dari dalam tubuhnya dan hendak mendesak keluar dari vaginanya, otot-otot tubuhnya mulai menegang perlahan seiring dengan rasa nikmat yang semakin menjadi-jadi itu.
“NGGH… AAKH! AAHGG…” Cerenia menjerit keras dan mencengkeram rok gaunnya sekeras mungkin; seluruh otot Cerenia terasa menegang kaku bersamaan dengan rasa nikmat yang meluap dengan dahsyat dari syaraf-syaraf tubuhnya. Roubert pun terkejut saat vagina Cerenia mendadak menyemburkan cairan cintanya dengan deras. Cerenia akhirnya berhasil mencapai orgasmenya untuk pertama kali dengan tubuh barunya itu. Roubert pun segera menjilat dan menyeruput cairan cinta Cerenia hingga bersih tak bersisa.
“Bagaimana, Cerenia?” tanya Roubert.
“Eeh… Nikmatt… sekali… hhh…hh…” jawab Cerenia dengan nafas yang tersengal-sengal kelelahan setelah orgasme.
“Kamu suka?” tanya Roubert yang segera dijawab dengan anggukan Cerenia yang masih tampak sayu.
“Kamu masih mau lagi?” lanjut Roubert. Cerenia kembali mengangguk pelan sambil mengatur nafasnya.
“Bagus. Ayo kita mulai acara kita yang berikutnya!” ujar Roubert.
“Eh?…” Belum sempat Cerenia menyelesaikan kalimatnya, Roubert sudah mencengkeram paha mulusnya dan membalikkan tubuhnya sehingga Cerenia kini berada dalam posisi merangkak dengan kaki yang mengangkang lebar dihadapan Roubert. Roubert bisa melihat vagina dan lubang pantat Cerenia dengan amat jelas. Roubert bisa melihat vagina Cerenia yang tampak berkilat karena cairan cintanya yang ditimpa cahaya lilin ruangan itu.
“Hmm…” Roubert menggumam sejenak, ia tidak menyentuh tubuh Cerenia sama sekali; ia tampak sedang merenung dengan dalam.
“Ada… hhh… apa? Roubert… hhh…” tanya Cerenia.
“Kamu bisa berdiri?” Roubert bertanya dengan penasaran. Cerenia hanya mengangguk keheranan.
“Kalau begitu turunlah, Cerenia. Aku ada rencana untukmu.” Ujar Roubert. Cerenia lalu membalikkan tubuhnya sekali lagi dan ia beranjak turun dari meja itu. Cerenia kini berdiri dihadapan Ryan dan Roubert, tampak kakinya agak bergetar dan tubuhnya sedikit limbung karena vaginanya yang baru dibuat orgasme oleh Roubert.
“Ikut aku, Cerenia.” Perintah Roubert sambil menarik pergelangan tangan Cerenia ke arah Ryan. Sehingga Cerenia terpaksa mengikuti Roubert sambil tertatih-tatih.

“Nah, pegang rantai Ryan dengan kedua tanganmu.” Perintah Roubert. Cerenia hanya menurut sambil mengulurkan kedua tangannya dan mencengkeram rantai yang mengikat tangan Ryan. Kini, posisi tubuh Ryan dan Cerenia berhadapan langsung dengan wajah mereka yang saling bertatapan dengan jarak yang amat dekat itu.
Ryan menelan ludahnya, wajah Cerenia yang melega setelah orgasme itu amat sensual. Mata birunya yang masih sayu, bibirnya yang sedikit megap-megap mencari nafas dan hembusan nafasnya yang wangi dan menggelitik telinga dan wajah Ryan semakin membuat Cerenia tampak amat mempesona. Ryan juga semakin kagum saat melihat kecantikan Cerenia dari dekat.

“Nah, mundurkan pinggangmu sedikit.”
“Kyah!” Jerit Cerenia pelan saat Roubert mencengkeram dan menarik pinggangnya ke belakang. Roubert lalu menyingkapkan rok gaun Cerenia dan mengaitkannya dengan ikatan tali gaun di pinggang Cerenia sehingga kini vagina dan pantat Cerenia kembali terpampang jelas dihadapan Roubert.
“Nghh… Roubert… jangan disini…” pinta Cerenia pelan, ia tampak agak ragu.
“Kenapa? Tidak apa-apa, aku ingin Ryan ikut merasakan permainan kita dari dekat.”
“Tapi…”
“Bukankah kamu mencintaiku? Ayolah Cerenia, sekarang tunjukkan buktinya padaku. Kalian sudah bukan siapa-siapa lagi bukan? Kenapa kamu harus khawatir?” bujuk Roubert.
“Baiklah…” jawab Cerenia sambil menghela nafas sejenak. Cerenia lalu menekan rantai itu ke dinding kamar untuk mengokohkan pijakannya.

“Nah, Ryan. Sekarang lihatlah dengan matamu sendiri secara jelas, bagaimana kekasihmu ini sekarang adalah pengantin milikku!” ujar Roubert pongah, seolah memamerkan trofi kemenangannya atas Ryan, yaitu Melissa yang kini telah menjadi pengantin Roubert, Cerenia.

“Huah!” Cerenia menjerit pelan saat Roubert tiba-tiba mencengkeram payudaranya dari belakang, kembali aroma nafas Cerenia yang wangi menerpa wajah Ryan. Dengan posisi mereka yang sedekat itu, Ryan bisa merasakan dan menyaksikan langsung pergerakan wajah dan tubuh Cerenia dengan detail. Wajah mereka berdua yang begitu dekat membuat jantung Ryan berdebar-debar, ia begitu terpana akan kecantikan wajah Cerenia yang dapat ia saksikan begitu dekat dan Ryan juga masih setengah tidak percaya bahwa pengantin wanita yang cantik, anggun dan begitu feminin dihadapannya ini adalah gadis yang sama dengan Melissa, kekasihnya yang tomboy dan bersemangat itu.

“Nah, kamu penasaran? Rasakanlah sendiri!” ujar Roubert sambil menekankan payudara sekaligus mendorong punggung Cerenia ke dada Ryan sehingga kini payudara Cerenia terjepit diantara tubuhnya dan tubuh Ryan. Ryan bergidik sejenak, dada Cerenia itu amat lembut dan empuk. Sensasi yang diberikannya pun jauh lebih terasa dibandingkan dada mungil yang dulunya dimiliki oleh Melissa.
Roubert juga perlahan-lahan mendorong punggung Cerenia sehingga payudara Cerenia semakin terjepit. Semakin tubuh Cerenia terdorong maju, Ryan juga semakin dapat merasakan dan meresapi rasa empuk dan nyaman dada Cerenia. Roubert lalu membiarkan Ryan dan Cerenia terjepit untuk beberapa saat.

“Roubert… sesaak…” keluh Cerenia saat merasakan payudaranya yang semakin tergencet diantara tubuhnya dan tubuh Ryan itu. Roubert perlahan-lahan melepas tekanan tangannya di punggung Cerenia. Cerenia lalu mengendurkan tubuhnya dan mengangkat tubuhnya dari tubuh Ryan, namun tubuhnya masih tetap berada dekat dengan Ryan, Cerenia hanya mengembalikan posisinya seperti semula seperti sebelum ia “menggencet” Ryan.

“Ach! Kyah!” Cerenia menjerit kecil saat puting susunya tiba-tiba dicubit oleh Roubert. Perlahan-lahan, Cerenia menoleh kebelakang untuk melihat Roubert.
“Ngg… Roubeert…” gumam Cerenia pelan saat payudaranya kembali diremas perlahan oleh cengkeraman tangan Roubert. Roubert lalu mengarahkan tangannya meraih vagina Cerenia yang masih basah dengan cairan cintanya. Vagina Cerenia terasa hangat dan terasa sedikit berdenyut, seolah menantikan penis Roubert untuk memasukinya. Roubert perlahan-lahan memijat vagina Cerenia, sehingga rasa nyaman dari vagina Cerenia kembali terbangkitkan berikut nafsu birahinya yang tadinya sempat mereda.

“Cerenia, apakah aku boleh…” ujar Roubert sambil menekankan tangannya ke vagina Cerenia, memberi isyarat bahwa ia ingin mulai bersetubuh dengan pengantinnya itu.
“Ya… lakukanlah, Roubert… apapun untukmu…” jawab Cerenia.

Roubert lalu mengarahkan penisnya kearah liang vagina Cerenia. Cerenia merasakan bibir vaginanya perlahan-lahan dibuka lebar dan kepala penis Roubert yang kini terjepit ditengah bibir vaginanya itu. Cerenia mengatur nafasnya. Ia tahu persis seberapa ukuran penis Roubert yang besar itu dan ia tahu bahwa ia perlu mempersiapkan dirinya menghadapi penetrasi Roubert itu. Cerenia sempat mendongak dan menatap wajah Ryan; Ryan bisa melihat wajah Cerenia yang tampak agak khawatir saat menghadapi saat-saat penetrasi penis Roubert dalam vaginanya.

“Perhatikan dengan baik, akan kutunjukkan sesuatu yang menarik untukmu, Ryan.” Ujar Roubert. Perlahan-lahan, ia semakin memajukan pinggangnya dan semakin dalam pula penis itu membelah liang vagina Cerenia.

“AAKH!” Cerenia tiba-tiba menjerit keras. Ryan bisa melihat raut wajahnya yang meringis kesakitan dan air mata Cerenia yang sedikit menetes dari matanya. Akhirnya penis Roubert berhasil membenam didalam vaginanya. Walaupun Cerenia sudah tidak perawan, rasa sakit tetap terasa menyengat vaginanya karena ukuran penis Roubert yang jauh lebih besar dibandingkan penis Ryan maupun jari-jari Roubert yang sempat membenam dalam vagina Cerenia.
“Cerenia, apa kamu tidak apa-apa? Rasanya sakit?” Tanya Roubert sambil menghentikan gerakannya.
“Ah… ah… hhh…” Cerenia mendesah pelan sambil berusaha membiasakan dirinya. Roubert sendiri bisa merasakan rasa hangat dan jepitan rongga vagina Cerenia yang cukup erat.
“A… aku… tidak apa-apa… jangan khawatir… lanjutkanlah…” jawab Cerenia dengan tegar, walaupun tampak jelas bahwa ia amat kesakitan karena liang vaginanya yang dipaksa membuka lebar untuk menerima penis Roubert. Roubert tidak menduga bahwa penetrasi itu akan terasa begitu sakit bagi Cerenia. Ia pun berniat untuk menghentikan persetubuhannya demi Cerenia. Bagaimanapun Cerenia masih lebih penting baginya.
“Tapi kamu kesakitan, bukan? Sebentar, kita akan melakukannya lain kali saja…” tutur Roubert penuh rasa cemas pada keadaan Cerenia, namun Cerenia segera mengurungkan niat Roubert itu.
“Sudah kukatakan… aku tidak apa-apa… aku hanya belum terbiasa karena ukuran penismu yang besar…hh…” ujar Cerenia sambil berusaha tersenyum sedikit untuk menenangkan Roubert.

Cerenia lalu menghela nafasnya sejenak dan mengendurkan otot-ototnya yang sedari tadi menegang keras setelah mengalami penetrasi penis Roubert. Roubert juga bisa merasakan jepitan vagina Cerenia yang perlahan mengendur dan kini memberinya sensasi rasa lembut yang legit.
“Lakukanlah, Roubert… Apapun yang kamu inginkan… Nikmati diriku sepenuhnya…” pinta Cerenia. Tiap kata penyerahan penuh kepasrahan yang terucap dari bibir Cerenia untuk Roubert bagaikan sembilu yang mengoyak perasaan dan hati Ryan. Ryan berusaha bertindak, namun ia tetap tidak berdaya dan hanya bisa merelakan dan menyaksikan persetubuhan kekasihnya dengan lelaki lain dihadapan matanya sendiri.

Roubert perlahan-lahan menarik pinggulnya mundur sehingga penisnya ikut tertarik keluar hingga ke pangkal penisnya. Roubert lalu perlahan-lahan memajukan tubuhnya sehingga penisnya ikut masuk kedalam vagina Cerenia secara perlahan.
“Aah… mmh…” Cerenia sedikit menggumam meresapi sensasi gesekan batang penis Roubert di celah vaginanya yang memberinya rasa sedikit geli bercampur dengan semburat rasa perih yang agak menyengat simpul syarafnya. Rasa sesak yang ditimbulkan oleh ukuran besar penis Roubert justru membuat Cerenia semakin dapat meresapi rasa di vaginanya itu. Roubert terus bergerak pelan sambil sesekali menggoyang-goyangkan pantatnya seolah mengaduk rahim Cerenia.

Akibat gerakan pelan Roubert, Cerenia semakin terbenam dalam nafsu birahinya. Ia pun semakin terbiasa dan merasa nyaman dengan diameter penis Roubert yang besar itu. Rasa perih di vaginanya semakin berkurang, tertelan oleh rasa nikmat yang kian kuat merasuki vaginanya. Kini, rasa geli lebih mendominasi dan menggelitik syaraf Cerenia, rasa perih kecil yang kadang menyengat justru memberinya variasi rasa nikmat tersendiri.

“Nggh… Oooh…” desah Cerenia penuh rasa nikmat saat Roubert membenamkan penisnya sekaligus menekankannya sedalam mungkin didalam vagina Cerenia. Bahkan tubuh Cerenia terdesak maju sehingga ia kembali menghimpit tubuh Ryan. Ryan kembali merasakan hembusan nafas Cerenia yang terdengar begitu erotis saat Cerenia melenguh-lenguh nikmat seiring dengan pompaan Roubert dalam vaginanya.

Saat Roubert merasa Cerenia sudah siap, ia mulai mempercepat gerakannya secara berkala, sehingga Cerenia juga dapat menyesuaikan diri dengan kecepatan pompaan Roubert. Roubert pun semakin kehilangan kontrol dirinya saat rasa nyaman menjalari seluruh batang penisnya didalam vagina Cerenia ia seolah semakin mengejar rasa nikmatnya semata tanpa menghiraukan Cerenia lagi.
“Aach… awh… aah… ce… pat…” ujar Cerenia terbata-bata, namun Roubert sendiri sudah tidak bisa mengontrol tubuhnya lagi. Gerakan pinggang Roubert semakin cepat seiring dengan memuncaknya rasa nikmat di penisnya. Suara tumbukan tubuh Roubert dengan pantat Cerenia kian terdengar kencang dan jelas ditelinga Ryan.

“Ahh… awwh…” Cerenia mendesah karena rasa nikmat dalam vaginanya yang kian menjadi. Secara otomatis, ia melepaskan cengkeraman tangannya dari rantai itu dan memeluk leher Ryan tanpa sadar.
“Hngh… Aw! Aah!” Cerenia menjerit saat penis Roubert bergesekan dengan klitorisnya, menjalarkan rasa nikmat bagai setruman di sekujur tubuhnya dan mengiringi rasa nikmat pompaan Roubert itu. Ryan semakin bisa merasakan dan menyerapi kelembutan tubuh Cerenia yang kian merapat sekaligus semakin jelas mendengar jeritan-jeritan maupun desahan erotis Cerenia karena posisi Cerenia yang sedang memeluknya ini.

“Rou… bert… aah…terus… jangan berhenti… aaa…” pinta Cerenia sambil mendesah penuh kenikmatan.
“Bagaimana rasanya? Masih sakit?” tanya Roubert. Cerenia hanya menggelengkan kepalanya sehingga rambut panjangnya terkibas ke wajah Ryan. Cairan cinta Cerenia semakin menetes keluar saat penis besar milik Roubert terus menerobos dan menghantam vaginanya yang lembut sedalam mungkin.
“Tidak… aku mau… terus… aah… haa… lagi…” jawab Cerenia pelan. Jelas bahwa suaranya bukan lagi suara dengan rasa sakit, namun suara penuh kenikmatan yang terdengar begitu sensual di telinga Ryan.

Roubert merasa kian dekat mencapai klimaksnya, namun ada sesuatu yang menarik perhatiannya: pantat ranum dan bulat milik Cerenia yang tersaji dihadapannya dari tadi. Pantat yang empuk itu berkali-kali menghantam selangkangan Roubert, dan menimbulkan suara tumbukan erotis antar tubuh kedua insan itu. Roubert berpikir sejenak, tentunya ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mempermainkan pantat Cerenia. Roubert pun berubah pikiran, tiba-tiba ia menghentikan pompaannya dalam vagina Cerenia sehingga rasa nikmat yang sedari tadi merasuki tubuh Cerenia langsung terhenti seketika. Cerenia berniat untuk menggerakkan pantatnya sendiri untuk melanjutkan rasa nikmat itu, namun Roubert mencengkeram dan menahan bongkahan pantat Cerenia.
“Ngg? Roubert… kenapaa?” tanya Cerenia dengan penasaran.
“Cerenia. Aku ingin tahu, apakah kamu masih perawan disini?”
“Hng… Kyah!” Cerenia menjerit saat merasakan lubang pantatnya ditekan oleh jari telunjuk Roubert. Amarah Ryan kembali terbangkitkan saat melihat telunjuk Roubert di depan lubang pantat Cerenia.
“Bagaimana?”
“Y… ya… lubang pantatku masih belum pernah dijamah sebelumnya…” tutur Cerenia.
“Bagus… Kalau begitu, aku menginginkan keperawanan pantatmu. Maukah kamu memberikannya untukku?” Pinta Roubert sambil menarik penisnya keluar dari liang vagina Cerenia. Dengan bangganya, Roubert kembali memamerkan penisnya yang baru saja mengaduk liang vagina Cerenia dihadapan Ryan sehingga Ryan dapat melihat penis Roubert yang berkilat karena basah oleh cairan cinta Cerenia.
“Tentu… Lakukanlah sesukamu, Roubert… Tubuh ini adalah milikmu selamanya…” jawab Cerenia penuh kesetiaan dan kepasrahan. Hal ini semakin melukai hati Ryan, namun mungkin itulah tujuan utama dari tindakan Roubert yang menginginkan agar Cerenia bersetubuh dengannya dihadapan Ryan.

Cerenia lalu membungkukkan tubuhnya sehingga posisinya semakin menungging, ia lalu melebarkan pahanya dihadapan Roubert dan menekukkan lututnya, menurunkan pinggulnya sedikit untuk menyesuaikan posisi lubang pantatnya dengan penis Roubert. Kini posisi lubang pantat Cerenia berada tepat dihadapan Roubert, tersaji indah siap untuk dipetik keperawanannya.
“Roubert… ayo, berikan penismu untukku. Aku siap…” ujar Cerenia.

Roubert tampak amat senang, ia lalu mengarahkan tangannya ke selangkangan Cerenia perlahan-lahan.
“Mmmh…” Cerenia mendesah pelan saat selangkangannya kembali disentuh oleh Roubert. Cerenia melepas pegangannya pada salah satu rantai itu dan mulai mencolek-colek vaginanya yang masih basah oleh cairan cintanya sendiri.

Cerenia lalu melepas tangannya yang lain dan menggunakan kedua tangannya untuk menguakkan bongkahan pantatnya itu. Roubert bisa melihat lubang pantat mungil milik Cerenia, sementara Cerenia menggunakan jari tangannya yang masih basah itu untuk membalurkan cairan cintanya di lubang pantatnya itu dan menggosoknya pelan disekitar lubang pantatnya itu. Roubert tentu tidak mampu menahan godaan saat melihat wanita cantik seperti Cerenia sedang membalurkan cairan cintanya di lubang pantatnya sendiri.

Roubert lalu mengacungkan penisnya yang menegang itu dan sedikit menyandarkan tubuhnya di tubuh Cerenia. Akibatnya, tubuh Cerenia kembali tertekan maju menggencet tubuh Ryan sekali lagi.
Roubert lalu memposisikan penisnya pada celah pantat Cerenia, tepat didepan lubang pantat pengantinnya itu. Roubert ikut mencengkeram pinggul Cerenia dan menariknya kearah tubuhnya. Cerenia kembali mengatur nafasnya sejenak saat ia merasakan lubang pantatnya membuka perlahan seiring masuknya penis Roubert kedalam pantatnya itu. Roubert yang merasakan lubang pantat Cerenia yang telah membuka segera mendorong pinggangnya dengan cepat.

“AAAWH!!” terdengar jeritan pilu dari bibir Cerenia yang memenuhi ruangan itu. Rasa perih yang seolah mengoyak lubang pantat Cerenia itu begitu menyakitkan baginya karena keperawanan pantatnya yang terenggut.
Perasaan Ryan campur aduk antara marah, sedih, kesal dan kecewa bercampur dengan nafsu birahinya saat melihat Cerenia disetubuhi oleh Roubert. Ia amat kecewa karena belum sempat menikmati keperawanan pantat Cerenia saat ia masih hidup sebagai Melissa, rasa marahnya meluap pada Roubert yang telah mengubah Melissa sekaligus rasa kesalnya pada keadaan dirinya yang hanya terikat tanpa daya menyaksikan kekasihnya menjadi pengantin orang lain dan bersetubuh dihadapan matanya.

“Ahaa… Aaa…” Cerenia berusaha menyesuaikan tubuhnya dengan penetrasi penis besar milik Roubert yang kian membenam didalam pantatnya itu.
“Jadi inilah rasanya pantatmu…” gumam Roubert saat penisnya telah membenam sepenuhnya didalam pantat Cerenia.
“Hhh… mm… ahh…” Cerenia hanya bergumam dan mendesah kesakitan.
“Rasanya lembut dan hangat. Untunglah pantatmu masih belum sempat diperawani.” Ujar Roubert sambil melirik penuh ejekan pada Ryan.

“Ayo, mari kita mulai.” Ujar Roubert sambil menggerakkan pinggul Cerenia perlahan, penis itu pun maju mundur perlahan memasuki lubang pantat Cerenia, untuk memberi Cerenia kesempatan menyesuaikan diri.
“Tenanglah, jangan terlalu kaku, Sayang. Lemaskanlah otot pantatmu, terimalah seperti apa adanya.” Bisik Roubert untuk menenangkan Cerenia. Cerenia menurut, dan melemaskan otot-ototnya yang menegang karena rasa sakit di pantatnya itu.

Perlahan-lahan, Cerenia mulai merasakan suatu sensasi yang aneh; rasa nikmat mulai menjalari tubuhnya, seolah ada kejutan listrik yang menggelitik hingga ke ujung jari kaki Cerenia saat penis Roubert menumbuk masuk sedalam mungkin kedalam anusnya. Rasa perih disekeliling lubang pantatnya memberi Cerenia rasa tersendiri yang melengkapi rasa nikmat itu sementara perutnya terasa agak sesak.
Cerenia pun mulai menggerakkan pinggulnya. Lubang pantatnya yang mungil begitu ketat melingkari batang penis Roubert sehingga Roubert pun ikut merasa amat nikmat dengan jepitan lubang pantat Cerenia. Roubert terus menarik dan mendorong keras penisnya menghunjam anus Cerenia.
“Aah… aah… ahn…” Cerenia mendesah penuh kenikmatan.
“Bagaimana rasanya?”
“Niikmaat… sekali… aah! Hnn… penismu besar sekali… Roubert… hyaah…” jawab Cerenia sambil mendesah-desah erotis. Roubert sekilas menatap wajah Ryan, ia bisa melihat mata Ryan yang penuh kemarahan. Melihat hal itu, justru menimbulkan ide baru bagi Roubert; ia tiba-tiba menghentikan gerakannya sekali lagi sekaligus menarik penisnya keluar dari lubang pantat Cerenia.

“Rou… bert… kenapaa? Aku tidak tahan… kumohon… lanjutkanlah…” pinta Cerenia pelan.
“Apa yang kamu inginkan, Cerenia?” tanya Roubert sambil tersenyum menyeringai.
“Kumohon… mainkanlah pantatku lagi…” jawab Cerenia.
“Kamu menyukainya?” tanya Roubert; Cerenia mengangguk mengiyakan.

“Kalau begitu, ucapkanlah dihadapan kami berdua, siapa yang lebih hebat dari kami?”
“Nggh… tentu saja dirimu, Roubert…”
“Apa yang paling kamu inginkan dalam hidupmu?”
“Pe… penismu, Roubert… Aku amat menyukainya! Aku menginginkannya!” Cerenia mulai berceloteh tanpa sadar karena dilanda nafsunya yang mengejar kenikmatan itu.
“Katakanlah sekali lagi dihadapan Ryan, siapakah dirimu sekarang? Siapa yang kamu cintai?”
“A… aku… namaku Cerenia van Roosliefde, pengantin… Roubert…van der Aarkman… Aku hanya mencintaimu, Rou… bert… Seluruh jiwa dan ragaku… kuserahkan padamu… sepenuhnya milikmu…” ikrar Cerenia dihadapan Ryan. Ryan hanya bisa mengepalkan tangannya dan menggeretakkan giginya dengan penuh kemarahan. Roubert sudah lebih dari cukup mempermainkan perasaannya dan rasa sakit setiap kali melihat adegan persetubuhan Cerenia dan Roubert ditambah dengan pengakuan dan ungkapan rasa cinta Cerenia pada Roubert terus menyayat dan membakar hatinya, layaknya perihnya luka yang diperciki dengan garam.

Ryan sekuat tenaga berusaha untuk memberontak, namun hasilnya tetap saja sia-sia, ikatan tubuhnya yang begitu erat pada rantai itu, rasa ngilu yang menyengat di rusuknya langsung menahan gerakannya lebih lanjut. Apalagi tubuhnya serasa lemas seluruhnya tanpa tenaga setelah Cerenia sempat meniup wajahnya tadi. Tubuhnya sama sekali tidak mau bergerak dan ia hanya bisa terdiam lemas menyaksikan adegan itu.

“Percuma saja kamu memberontak, Ryan. Untuk apa? Lebih baik kamu menonton dan menikmati percintaan kami saja. Bukankah kamu juga menikmatinya?” ejek Roubert. Ryan menggeram mendengar ejekan Roubert, namun memang itulah kenyataannya; fakta bahwa penis Ryan ikut menegang keras saat melihat adegan persetubuhan antara Roubert dan Cerenia tetap dapat dilihat dengan jelas.

Cerenia menunduk dan wajahnya sedikit memerah saat melihat penis Ryan yang masih tertutup oleh celana jinsnya itu tampak mengacung, seolah selangkangan Ryan tampak membengkak. Roubert kembali mempermainkan Ryan sekaligus ingin menguji kesetiaan Cerenia.
“Dia begitu menginginkanmu, Cerenia. Apa kamu mau melayaninya?” tanya Roubert menguji Cerenia.

Ryan begitu terkejut dan terluka saat melihat Cerenia menggelengkan kepalanya.
“Tidak, aku tidak mau melayaninya lagi… aku sudah pernah melayaninya dulu… aku hanya ingin melayanimu sepenuh hatiku, Roubert…” ujar Cerenia.
“Kenapa? Bukankah dia adalah kekasihmu?” tanya Roubert.
“Aku… sudah bukan lagi Melissa, kekasihnya. Kini aku adalah Cerenia, pengantinmu, kekasih hatimu Roubert… hatiku… hati dan cinta kami berdua sepenuhnya untukmu…” jawab Cerenia menunjukkan kesetiaannya. Ryan sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, hatinya sudah terluka lebih dari yang bisa diungkapkan kata-kata saat mendengar ucapan dan sikap Cerenia yang seolah telah melupakan dan membuang dirinya itu.
“Sekarang… kumohon… masukkanlah kembali penismu, Roubert… Berilah aku kenikmatan lagi…” pinta Cerenia pelan sambil kembali menguakkan bongkahan pantatnya sehingga lubang pantatnya yang kini tampak membuka kecil terpampang jelas.

Roubert merangkul pinggang Cerenia dengan erat dan kembali menusukkan penisnya masuk sedalam mungkin ke lubang pantat Cerenia.
“Aah!! Aaaw…” Cerenia kembali mendesah saat merasakan lubang pantatnya yang kembali mekar dan menerima penis Roubert didalamnya. Tidak seperti tadi, pantat Cerenia kini sudah basah dan lembab karena cairan cintanya dan persengamaannya barusan sehingga penis Roubert kini dengan mudahnya memasuki lubang pantat Cerenia.

Roubert terus memompa penisnya itu dengan ritme yang jauh lebih cepat dari sebelumnya. Cerenia, yang sudah terbiasa dengan penis Roubert didalam pantatnya kini merasakan rasa nikmat sepenuhnya. Rasa agak sesak di pantatnya seolah menggelitik pusarnya. Roubert menggoyangkan pinggulnya sehingga penisnya ikut bergoyang didalam pantat Cerenia.
“Ahn! Aaa… Awh… Perutku… gelii…” Cerenia menggumam sejenak saat penis itu mengaduk pantatnya. Cerenia berusaha meresapi rasa nikmat itu sebaik mungkin. Sensasi kenikmatan anal sex yang baru pertama kali ia rasakan ini begitu berbeda dengan saat vaginanya dimasuki penis.
“Ya, bagus. Nikmatilah, Cerenia!”
“Hnngh…” Cerenia meringis dan mengejan, lubang pantat Cerenia seolah sedikit meremas batang penis Roubert saat ia mengejan dan memberi Roubert rasa nikmat tersendiri.

Roubert membalas gerakan pantat Cerenia dengan menekankan penisnya sedalam mungkin di pantat Cerenia, bahkan tubuh Cerenia kembali terdesak maju dan sekali lagi menggencet tubuh Ryan. Tak pelak, Ryan semakin terangsang karena gencetan tubuh lembut Cerenia itu di tubuhnya.
Roubert lalu memompa penisnya dengan cepat menghujami lubang pantat Cerenia, akibatnya tubuh lembut dan empuk milik Cerenia tertekan-tekan dengan tubuh Ryan, sehingga Ryan dapat meresapi kelembutan tubuh Cerenia sepenuhnya; bahkan tubuh Ryan ikut terguncang-guncang bersamaan dengan guncangan tubuh Cerenia karena dipompa oleh Roubert.
“Ooohh… aah… aawwhhh!!” desahan yang keluar dari bibir Cerenia kian keras saat ia mulai merasakan gelombang rasa nikmat yang mengalir ke sekujur tubuhnya saat Roubert menghentak-hentakkan penisnya didalam pantatnya. Roubert meraih vagina Cerenia, dirasakannya vagina Cerenia yang kian basah dan sedikit bergetar, Roubert sadar bahwa Cerenia sebentar lagi akan mencapai orgasmenya.

“R… Roubert… aku… aah…”
“Aku tahu… tidak apa-apa. Ayo, kamu boleh orgasme.” Ujar Roubert seolah mengetahui apa yang hendak dikatakan oleh Cerenia dan memberinya izin.

“Akh… aaaw… AAAH!! AA!!!” Tiba-tiba Cerenia melenguh keras dan tubuhnya menegang, menekan keras tubuh Ryan. Roubert bisa merasakan rasa hawa hangat dari selangkangan Cerenia dan memang, cairan cinta Cerenia kini menetes deras membasahi lantai kayu itu dan sebagian mengalir turun melalui pahanya. Selama beberapa saat, tubuh Cerenia menegang, sebelum akhirnya tubuh pengantin wanita itu melemas dan kehilangan tenaga. Cerenia pun menyandarkan tubuhnya pada Ryan, Ryan bisa mendengar dan merasakan hembusan nafas Cerenia yang tersengal-sengal kelelahan setelah orgasme itu.
“Belum selesai. Sekarang giliranku, Cerenia!” ujar Roubert sambil menarik keluar penisnya dari pantat Cerenia.
“Akh!” Cerenia merintih pelan saat ia merasa vaginanya dimasuki oleh penis Roubert.
“AAH! Akh! Aawh!” Cerenia menjerit keras saat Roubert memompa vaginanya dengan liar.
“S… stop…” tiba-tiba terdengar suara Ryan. Roubert melirik sejenak dan dilihatnya Ryan tampak bersusah payah untuk berontak dan berbicara.
“Hahaha… harus kuakui, aku kagum dengan semangatmu itu. Tapi sia-sia saja, kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Aku akan melakukan sesuatu pada Cerenia sehingga semua orang, termasuk dirimu, dapat melihat bukti nyata dari cinta kami.” tutur Roubert.

Ryan tampak bingung dengan perkataan Roubert itu, ia juga penasaran dengan apa yang ingin dilakukan Roubert pada Cerenia.
“Kamu belum mengerti? Lucu sekali, padahal kamu adalah kekasihnya sampai beberapa saat lalu. Kamu tidak tahu kondisi tubuh kekasihmu sendiri?” tanya Roubert. Ryan membelalak dan mulai menyadari maksud Roubert itu.
“Ya! Kalau belum jelas, akan kuberitahu; saat mempersiapkannya untuk ritual, Agatha menyadari bahwa kekasihmu, Melissa, sedang dalam masa suburnya. Aku juga berhasil memastikannya saat aku mempermainkan vaginanya saat ritual. Karena ritual itu tidak mempengaruhi kesuburan wanita, maka gejala biologis milik Melissa akan menurun pada tubuh Cerenia; jadi, apa kamu tahu apa yang akan terjadi kalau benih milikku dikeluarkan didalam rahimnya saat ini?” tanya Roubert sambil tersenyum sinis.

“Ya, dia akan hamil dan menjadi seorang ibu untuk anak-anak kami nantinya. Saat ia melahirkan anak kami, anak itu akan menjadi bukti nyata cinta kami; hasil dari percintaan kami ini.” Lanjut Roubert.
Ryan menggeram keras penuh kemarahan yang kian meluap saat mendengar ucapan Roubert itu. Namun Roubert tampak tenang dan yakin, ia menghimpit dan menggencet tubuh Cerenia hingga Cerenia terjepit dihadapan kedua pria itu.
“Eergh… Aah…” Cerenia tampak meringis karena sesak akibat tubuhnya terhimpit apalagi penis Roubert yang membenam semakin dalam di vaginanya karena tubuhnya yang digencet itu memberi Cerenia rasa nikmat hingga ke dasar rahimnya.

DUKK… “Uargh!” Ryan meringis kesakitan saat Roubert mendaratkan tinjuan keras di rusuknya yang patah sekali lagi. Darah merah yang segar pun tampak muncrat dari mulut Ryan dan mengalir turun dari sela-sela bibirnya. Ryan menyadari bahwa ia sudah nyaris diambang batas kesadarannya. Sudah tidak mungkin baginya untuk berontak atau melakukan apapun untuk menyelamatkan Melissa.
“Kyah!” Cerenia menjerit saat Roubert menarik tubuhnya dengan kasar secara mendadak, menjauhi Ryan.
“Uups, maaf. Aku tidak ingin gaun putih bersih milik pengantinku ternoda oleh darah kotormu.” Hina Roubert.

“Nah, Cerenia. Bersediakah kamu menerima benih cintaku didalam rahimmu?” tanya Roubert sambil memompa pelan vagina Cerenia.
“Aah… Ya… aku bersedia… Roubert. Tumpahkanlah semuanya kedalam tubuhku… Aah… ah…”
“Kamu dengar sendiri, Ryan? Sekarang, akan kukabulkan keinginannya!” ujar Roubert sambil mempercepat gerakan penisnya didalam tubuh Cerenia.
“Aah! Ah! Aw! Aah… aaa…” Cerenia menggelinjang liar seiring dengan gerakan Roubert yang kembali memompa vaginanya dengan kecepatan yang semakin kencang. Suara tumbukan tubuh mereka terus bergema didalam telinga Ryan, sementara ekspresi wajah Cerenia yang erotis tampak membayang dihadapan pengelihatannya yang semakin kabur karena rasa sakit yang menyiksa rusuknya.

Beberapa saat kemudian, nafas Roubert tampak semakin memburu dan wajahnya tampak mengrenyit keras. Baik Ryan maupun Cerenia menyadari bahwa Roubert sudah diambang klimaksnya
“Eergh… Cereniaa… terimalah ini! Terimalah seluruh benih cintaku ini!!“ dengan diiringi oleh geraman keras, Roubert menekankan penisnya sedalam mungkin ke vagina Cerenia dan…
“Aaah!!! Aaa…” Cerenia mendongak keatas, bibirnya membuka lebar dan mengeluarkan desahan erotis saat merasakan semburan cairan hangat dari penis Roubert kedalam dasar rahimnya.

Roubert tetap menahan penisnya didalam vagina Cerenia hingga ia merasa seluruh spermanya telah dikeluarkan didalam vagina pengantin wanitanya itu. Cerenia bisa merasakan penis Roubert yang tadinya menegang dan keras kini mulai menyusut dan lembek. Perlahan-lahan, Roubert pun mencabut penisnya dari kewanitaan Cerenia.

“Ah!” Cerenia tampak lunglai saat penis itu tercabut dari vaginanya, Cerenia pun ambruk dihadapan Ryan dan Roubert dengan nafas yang tersengal-sengal. Roubert tersenyum puas dan kembali berpakaian lengkap.

“Agatha!” seru Roubert memanggil wanita itu. Pintu kamar itu kembali dibuka dan Agatha tampak memasuki ruangan itu. Tak berbeda jauh dari Roubert, Agatha tampak tersenyum saat melihat Cerenia yang rebah kehabisan tenaga di lantai.
“Tolong bantu Cerenia untuk beristirahat dan rapikan penampilannya.” Perintah Roubert.
“Baik, Meester.” Jawab Agatha sambil membungkuk pelan.

Roubert kembali menghampiri Cerenia. Ia lalu membungkuk dan mengelus kepala Cerenia dengan pelan.
“Kamu benar-benar luar biasa, Sayangku. Aku senang kamu telah kembali lagi; kamu sekarang sepenuhnya adalah milikku, pengantin villa ini selamanya.” bisik Roubert ditelinga Cerenia.
“Ya… Roubert… apa kamu mencintaiku?” tanya Cerenia pelan dengan raut wajah sedikit cemas.
“Ya, selamanya, pengantinku.” Jawab Roubert mantap.
“Aku mencintaimu sepenuh hatiku, Roubert…” ungkap Cerenia, mencurahkan seluruh perasaan cintanya pada pria itu sambil memeluk leher Roubert.
“Ya, aku tahu. Kamu sudah berulang kali mengatakannya. Aku juga, Cerenia. Aku mencintaimu.” Balas Roubert sambil sedikit menggoda Cerenia. Cerenia tampak sedikit tersipu malu mendengar ucapan itu.
“Nah, sekarang aku pergi dulu, sayang. Sampai nanti.” Ujar Roubert sambil mencium pipi pengantinnya itu. Roubert lalu bangkit dan mulai beranjak pergi.

“Maaf, Meester. Apa yang harus dilakukan pada pemuda ini?” tanya Agatha tiba-tiba sambil melirik kearah Ryan yang terikat tanpa daya di dinding itu.
“Cerenia, kuserahkan dia padamu. Lakukanlah apapun sesukamu padanya.” Ujar Roubert.
“Aku mengerti.” Cerenia menganggukkan kepalanya.

Roubert pun keluar dari kamar itu dan berjalan pergi. Sementara Cerenia dibantu oleh Agatha untuk merapikan penampilannya kembali.
“Selamat, Meisje Cerenia. Saya berharap anda berdua akan memiliki bayi yang lucu.” Harap Agatha.
“Masih lama… butuh 9 bulan lagi, Madame Agatha.” Ujar Cerenia sambil tersenyum dan memegangi perutnya.
“Jangan khawatir. Saya akan mengurus anda selama itu, Meisje Cerenia.”
“Terima Kasih, Madame.”

“Tapi… apa yang harus kita lakukan pada pemuda ini, Meisje Cerenia?” tanya Agatha sekali lagi pada Cerenia sambil menunjuk Ryan.
Cerenia tersentak seolah menyadari sesuatu saat ia melihat Ryan. Wajah Cerenia tampak menimbang-nimbang sejenak dan berpikir dalam-dalam. Wajahnya tampak amat serius namun semburat rasa sedih juga terpancar dari wajahnya itu.
“Madame Agatha… Bolehkah saya meminta sesuatu pada anda?” tanya Cerenia dengan sedikit ragu.
“Silahkan, apa saja. Meisje Cerenia, saya akan menuruti permintaan anda.” Jawab Agatha. Cerenia beranjak mendekati Agatha dan membisikkan sesuatu di telinga wanita tua itu. Mata Agatha tampak membelalak mendengar permintaan Cerenia itu.

“Anda… anda yakin, Meisje Cerenia?” tanya Agatha setengah tidak percaya.
“Ya, apakah boleh saya melakukannya?” tanya Cerenia agak ragu.
“Silahkan saja. Saya mengerti perasaan anda, dan lagi saya berjanji untuk menuruti semua permintaan anda. Saya akan membantu menjelaskan ini pada Meester Roubert.”
“Terima kasih… Madame Agatha…” ujar Cerenia. Ryan sayup-sayup mendengar suara Cerenia yang terdengar agak bergetar; ia juga melihat Cerenia perlahan-lahan berjalan mendekati tubuhnya.

Ryan bisa merasakan dagunya yang diraih oleh tangan Cerenia. Perlahan-lahan, Cerenia menegadahkan wajah Ryan yang sedikit tertunduk. Cerenia meraih dahi Ryan dan menekan dahi Ryan, seketika itu Ryan merasa sedikit tenaganya kembali dan rasa sakitnya sedikit mereda. Lidah Ryan terasa lemas, ia mulai bisa berbicara walaupun terpatah-patah.

“Maaf… Ryan… aku sudah… melukai dirimu… Aku tidak bisa menolak permintaan Roubert…” terucaplah sebuah permintaan maaf dari bibir Cerenia. Ryan tersentak sejenak mendengar ucapan Cerenia itu, ia segera mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Cerenia. Ryan amat terkejut saat melihat air mata Cerenia berlinang keluar dari pelupuk matanya.
“Ce… bukan… Mel… lissa?” tanya Ryan setengah tidak percaya. Cerenia tidak menjawab, ia masih terisak.
“M… Mel?”
“Maafkan aku… Ryan… Aku bukan lagi Melissa yang kamu kenal…” tutur Cerenia sambil menggeleng.
“Bu… bukan… kamu… Mel…lissa…”
“Aku mengerti dengan perasaanmu, Ryan… Tapi kumohon… relakanlah aku… ” pinta Cerenia.
“T… ta… tapi…” ujar Ryan terbata-bata setengah tidak percaya.
“Tidak… aku sekarang adalah Cerenia. Kami berdua adalah satu dan sama… Aku tidak bisa kembali… bersamamu lagi… Kutukan ini membuatku pasrah pada Roubert. Aku tidak akan bisa melawannya…” tutur Cerenia sambil berlinang air mata. Wajahnya memancarkan kesedihan dan rasa perih yang amat dalam.

Ryan merasa trenyuh melihat ekspresi wajah penuh kesedihan itu. Sadarlah Ryan kalau tidak hanya dirinya yang terluka. Melissa pun pasti juga demikian; walaupun sudah diubah menjadi Cerenia, tentunya belahan hati Melissa didalam Cerenia menjerit pilu saat ia harus melayani Roubert dihadapan Ryan sekaligus menyakiti hati Ryan hingga sedemikian rupa.

“Kumohon… mengertilah, Ryan… Aku sudah diubah menjadi pengantin Roubert… dan aku telah terikat selamanya dengannya oleh kutukan ini; dengan demikian masa hidupku pun kini ada di masa ini, di abad ini. Bukan lagi masa dimana kita dulu bersama…” jelas Cerenia sambil terus terisak sedih. Cerenia kembali ambruk terduduk di lantai, kedua telapak tangannya menutupi wajahnya dan ia terus menangis tersedu-sedu.

Melihat pemandangan itu, hati Agatha sedikit tergerak. Ia lalu berjalan mendatangi Ryan.
“Mengertilah, Meester. Meisje Cerenia hanya ingin agar anda bahagia.”
“Ta… tapi… dia…” tutur Ryan terbata-bata.
“Apa anda tahu apa yang diminta olehnya pada saya?” tanya Agatha.
“Meisje Cerenia meminta pada saya agar anda bisa diizinkan untuk kembali ke masa hidup anda yang sebenarnya. Ke masa depan…” tutur Agatha. Ryan tersentak mendengar ucapan Agatha itu.

“Ke… napa? Di… Dia… Mel…”
“Ia tidak mau melukai anda lagi. Apabila anda tinggal disini, saya yakin Meester Roubert akan kembali melakukan hal yang sama; mempermainkan anda seperti yang anda saksikan dan rasakan barusan. Apabila anda kembali ke masa anda, maka anda tidak akan bisa disakiti lagi.”
“Anda tidak mengerti? Meisje Cerenia melakukan ini demi kebaikan anda sendiri. Ya, walaupun tubuhnya sudah berubah, jiwa dan perasaannya sebagai Melissa pasti masih tersisa sebelum kutukan itu sempurna; ia masih mencintai anda, karena itulah ia ingin agar anda pulang dan melanjutkan hidup anda. Tidakkah anda sadar betapa terlukanya hati Meisje Cerenia dengan perbuatan Meester Roubert pada anda barusan?” Jelas Agatha.
“Ka… lau begitu… ke… kenapa dia…”
“Itulah kutukan ritual itu. Ia akan jatuh cinta hingga tergila-gila pada Meester Roubert apabila Meester Roubert ada disampingnya. Namun karena ia baru saja diubah, maka kutukan itu belum sempurna dan ia masih bisa mempertahankan rasa cintanya pada anda selama Meester Roubert tidak berada didekatnya; walaupun hanya sebentar. Beberapa hari lagi, saat kutukan itu sudah sepenuhnya sempurna, ia akan benar-benar mencintai Meester Roubert sepenuhnya tanpa sedikitpun perasaan cinta pada anda.” Jawab Agatha menjelaskan perbuatan dan kejadian barusan; seolah sudah mengetahui pertanyaan yang akan dilontarkan oleh Ryan.

“Mel… Kalau… be… gitu, Mel… ikutlah… denganku…” pinta Ryan pelan.
Agatha langsung kehilangan kesabarannya saat mendengar permintaan Ryan itu. PLAAK… ditamparnya pipi kanan Ryan dengan keras.
“Madame Agatha!” Cerenia menjerit saat melihat wanita itu menampar Ryan.
“Meisje Cerenia, anda terlalu baik bagi orang sepertinya!” seru Agatha marah.
“Tahukah anda!? Sekarang ini Meisje Cerenia telah menjadi bagian dari abad ini! Satu-satunya yang bisa kembali hanyalah anda seorang karena tubuh anda masih sama seperti waktu anda kembali!”
“M… mak…sudnya?” tanya Ryan agak kebingungan.

Agatha segera melepas rantai tangan kanan Ryan. Dicengkeramnya pergelangan tangan pemuda itu dengan keras dan diarahkannya tangan itu menuju dada kiri pemuda itu. Ryan bisa merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang. Namun Agatha kembali menarik tangan Ryan itu dan menyentuhkannya ke bagian dada kirinya sendiri. Ryan tersentak kaget saat merasakan dada Agatha.
“Ti… tidak ada…”
“Ya, karena anda berasal dari masa mendatang, anda tidak akan merasakan detak jantung kami, orang-orang yang hidup di masa ini! Di masa anda, kami semua sudah meninggal seabad yang lalu!”
“L… lalu… Me… lissa?” Ryan tercengang saat menyadari arti perkataan Agatha itu.

“Maaf, Meisje Cerenia…” ujar Agatha sambil membopong tubuh Cerenia keatas. Disentuhkannya kembali tangan Ryan ke dada Cerenia, tepat di bagian jantung. Ryan semakin ketakutan dan khawatir saat ia tidak bisa merasakan denyut jantung Cerenia sama sekali. Walaupun tubuh mereka sempat terhimpit, Ryan sama sekali tidak menyadari bahwa detak jantung Cerenia tidak bisa ia rasakan. Baru kali inilah, dengan tangannya sendiri, Ryan menyadari bahwa jantung Cerenia tidak berdetak sama sekali.
“Anda masih mau melukainya lagi, setelah tahu bahwa ia tidak mungkin kembali ke dunia anda? Dengan mengajaknya pulang sama saja dengan memberinya harapan kosong dan ia akan terus merenung dan merindukan anda saat tinggal disini. Belum cukupkah rasa sakit dan luka di hati Meisje Cerenia?” bisik Agatha pelan di telinga Ryan dengan raut wajah marah bercampur kecewa. Ryan tercengang, itu berarti mereka akan terpisah selamanya saat ia kembali ke masanya sendirian.

“Inilah perbedaan antara kita sekarang, Ryan… Keberadaan kita pada masa yang berbeda… Aku tidak bisa lagi bersamamu…” tutur Cerenia pelan.
“Kalaupun kembali ke masa kita lagi, aku hanya akan langsung lenyap… Keberadaanku telah ditentukan dan tersimpan di masa ini…” lanjut Cerenia. Ryan menunduk, air matanya tak kuasa dibendung olehnya lagi saat menyadari bahwa ia dan Melissa harus berpisah selamanya.

“Madame Agatha…” pinta Cerenia sambil memberi isyarat pada Agatha. Agatha mengangguk. Ia segera melepaskan rantai tangan kiri Ryan sehingga Ryan terbebas dari belenggunya.
Tubuh Ryan tampak lunglai, ia terhuyung-huyung hendak ambruk; namun Cerenia segera menangkap tubuh Ryan dan memeluknya dengan erat.

“M… Mel…”
“Maafkan aku, Ryan… Kamu harus kembali, tapi kumohon mengertilah… aku tidak bisa kembali bersamamu lagi… Aku harus tinggal disini. Inilah masaku disinilah keberadaanku…”
“A… aku… Argh!” Ryan hendak berbicara, namun lukanya kembali menimbulkan rasa perih yang luar biasa.
“Jangan bicara lagi Ryan… Aku hanya menghentikan peradanganmu sementara…”
“M… Mel… K… kamu… cantik…” puji Ryan sambil berlinangan air mata saat melihat sosok kekasihnya itu yang begitu cantik dan feminin dengan balutan gaun pengantinnya itu. Andai saja Melissa mengenakan gaun itu untuknya, tak terbayang betapa bahagianya dirinya. Namun kenyataan berbicara lain; Melissa sudah terlanjur menjadi pengantin wanita orang lain yang tak mungkin ia miliki lagi. Cerenia sedikit terhenyak mendegar pujian Ryan itu, ia tersenyum lembut sambil membelai rambut Ryan.
“Akhirnya… kamu memujiku juga, Ryan…” ujar Cerenia bahagia.
“Kalau saja aku bisa membanggakan ini dihadapan Linda atau Felicia…” Cerenia tampak kembali terisak sedih.

“Maafkan saya, Meisje Cerenia. Tapi kita sudah harus segera mengembalikan Meester Ryan ke masanya; jangan sampai ia melewatkan waktu selama 6 jam di villa ini.” Tutur Agatha.
“Ya…” jawab Cerenia pelan sambil mengangguk tanda mengerti.
“6 Jam waktu berputar ke tanggal 6 November 1840, 6 jam masa yang terhabiskan di villa ini, dimana waktu akan terikat di masa depan… Dia sudah harus kembali, masih ada 20 menit lagi…” lanjut Agatha.

Cerenia menyadari waktunya amat terbatas, ia lalu berlutut sambil mendekap erat tubuh Ryan.
“Aku akan menyembuhkanmu, Ryan… Sebelum aku memulangkanmu ke masa kita.” Tutur Cerenia sambil mendekap erat tubuh Ryan. Ryan bisa merasakan kehangatan dan kelembutan tubuh Cerenia, aroma lili semerbak dari tubuh Cerenia, rasa halus dan lembut dari gaun pengantin Cerenia kini dapat ia rasakan dan resapi sepenuhnya. Perlahan-lahan, rasa sakit di tubuh Ryan mereda dan lenyap, namun anehnya Ryan merasa semakin lelah dan mengantuk.
“Kumohon… berbahagialah di masa hidupmu, Ryan. Aku berharap kamu akan menemukan pengganti diriku… Lupakanlah aku dan carilah wanita lain yang pantas bagimu.” Ujar Cerenia sambil berlinangan air mata. Air matanya yang bening menetes dan membasahi wajah Ryan. Ryan masih bisa melihat sekilas wajah Cerenia dan dari wajah Cerenia bisa terpancar jelas perasaannya yang begitu berat untuk melepas dan berpisah dengan Ryan selamanya. Ryan menghela nafasnya sejenak dan memantapkan hatinya…

“Tidak…” jawab Ryan.
“Eh?”
“Aku tidak akan melupakanmu, Melissa. Maafkan aku kalau aku sudah banyak menyakitimu.” ujar Ryan.
“Kamu tetap akan ada didalam hatiku, selamanya… walaupun kita harus terpisahkan oleh waktu, apapun yang telah terjadi padamu… Kamu tetap pacarku, Melissa.” lanjut Ryan dengan mantap, walaupun ia sendiri bisa merasakan kesadarannya yang kian buyar akibat rasa kantuk dan lelah yang melandanya.
“Terima Kasih, Ryan…” Cerenia kembali menyeka air matanya dengan penuh rasa haru dan sedih.
“Kamu juga, berbahagialah di masa hidupmu ini, Mel… Nek, tolong jaga dia…” pinta Ryan pada Agatha. Agatha mengangguk pelan, ia tampak menyeka airmatanya karena tak kuasa menahan rasa haru melihat perpisahan sepasang kekasih itu.
“Tenanglah, saya akan merawat Meisje Cerenia sebaik mungkin… dengan segenap jiwa saya.” Ujar Agatha. Ryan tersenyum lega, entah kenapa ia bisa merasa tenang melepaskan kekasihnya itu. Mungkin inilah saatnya ia harus merelakan kekasihnya itu untuk menjalani hidup mereka masing-masing; lagipula, sorot mata Agatha tampak penuh kesungguhan dan keseriusannya dalam merawat dan menjaga Cerenia untuk Ryan.

Agatha lalu membisikkan sesuatu pada Cerenia, Cerenia tampak terkejut mendengar bisikan Agatha itu.
“Benarkah hal itu bisa terjadi? Madame Agatha?” tanya Cerenia penuh pengharapan.
“Ya, Meisje… ada kemungkinannya, namun anda harus memberitahunya dulu agar ia tidak terkejut apabila hal itu benar-benar terjadi.” jawab Agatha.
“Waktunya tak akan sempat, aku akan memberitahunya lewat ini…” Cerenia mengeluarkan sehelai kain putih seperti sapu tangan dan seolah membisikkan sesuatu pada kain itu.
“Ryan, bawalah ini… ini kenang-kenangan dariku untukmu…” Ujar Cerenia sambil menyelipkan kain putih itu di saku baju Ryan.

“Selamat Tinggal, Mel…”
“Ya, Selamat Tinggal, Ryan… jaga dirimu baik-baik…” tutur Cerenia pelan.
“Aku berjanji akan me… mu … gi… … …” bibir Cerenia tampak mengucapkan sesuatu, namun pendengaran Ryan mulai samar-samar, ia tidak lagi bisa mendengar jelas perkataan Cerenia maupun suara-suara disekitarnya. Entah apa yang dikatakan Cerenia, namun ia bisa samar-samar melihat Cerenia menunjuk ke saku baju Ryan dan menekannya, seolah memberi isyarat atas adanya sesuatu di kain putih yang diberikan olehnya.
Ryan menatap mata biru safir Cerenia yang indah tampak memancarkan kesedihan yang mendalam, itulah pemandangan terakhir yang dilihat oleh Ryan sebelum ia menutup matanya, aroma bunga lili yang lembut semerbak dari tubuh Cerenia mengiringi Ryan menuju alam mimpi dan ia pun akhirnya tertidur lelap…

CUIIT… CUIITT… Terdengar suara kicau burung di telinga Ryan dan membangunkannya dari tidurnya. Entah sudah berapa lama Ryan tertidur lelap. Saat ia mulai sadar dan terbangun, ia bisa merasakan rasa hangat menerpa wajahnya dengan lembut, sementara angin semilir membelai permukaan wajahnya. Ryan merasakan cahaya matahari yang cerah di pelupuk matanya.
“Hngg… Aahh…” Ryan meluruskan badannya sejenak dan pelan-pelan membuka matanya. Ia bisa melihat langit biru yang cerah, matahari yang bersinar cerah dan awan yang berarakan di udara.

Ryan melihat sekelilingnya, kini ia sudah berada disamping mobil yang disewanya bersama Melissa. Ryan bangkit dan berusaha memahami keadaan sekitarnya. Ia menyadari bahwa panorama alam disekitarnya adalah gunung tempat ia dan Melissa bertamasya.
“Hei, sudah bangun rupanya!” tiba-tiba terdengar suara seorang pria yang menyapa Ryan. Ryan menoleh ke asal suara itu dan dilihatnya seorang pemuda sedang berdiri dihadapannya sambil menggendong beberapa potong kayu bakar.
“Bi… Billy? Lho? Kenapa kamu ada disini?” tanya Ryan keheranan saat melihat teman kuliahnya, Billy berada disampingnya.
“Oi, oi, bukannya kamu yang mengajak kami ke sini? Katanya mau kemping? Kok kamu malah tidur? Dasar pemalas!” gerutu Billy.
“Kami?”
“Tuh, yang lain sudah pada pergi mencari kayu bakar untuk nanti malam! Cuma kamu saja yang ketiduran disini! Ayo cepat! Daripada nanti kita ditertawakan cewek-cewek gara-gara kamu!” lanjut Billy.
“Eh… eh… Bil… sekarang ini tahun berapa?” tanya Ryan sedikit cemas dan khawatir.
“Kelamaan tidur ya? Ini tahun 2010! Kamu menerawang sampai kemana waktu tidur?” ejek Billy.

Ryan beranjak bangkit dengan hati yang galau, benarkah semua yang ia alami dan rasakan beberapa saat lalu hanyalah mimpi? Ryan merogoh rusuknya, sama sekali tidak terasa sakit; seolah tidak pernah ada luka di tubuhnya itu.

“Ayo, cepat! Bantu aku sebentar!” pinta Billy sambil menyodorkan beberapa kayu bakar pada Ryan.
“Bil, kita kemping dengan siapa saja?” tanya Ryan.
“Duh, kamu kebentur batu atau apa, Ryan? Kamu sendiri yang mengajak aku dan Ferry; katanya disuruh bawa pacar masing-masing untuk kemping weekend!” jelas Billy.
“Jadi, Linda dengan Felicia juga ikut?”
“Yaa ampun… ingatnya pacar orang lain, pacar sendiri dilupakan!”
“Pacar? pacarku? Melissa! Dia ada disini?!” tanya Ryan tidak percaya.
“Hoi, sejak kapan kamu selingkuh?! Dasar playboy! Siapa tuh Melissa? Pacar barumu?” goda Billy sambil menyikut Ryan.
“Eh?” tanya Ryan heran, siapakah “pacar” yang dimaksud oleh Billy? Bukankah pacarnya seharusnya adalah Melissa, dan bukankah Melissa telah berada di masa lampau? Lalu, apa yang terjadi padanya di masa ini?

“Ooi…” Lamunan Ryan terbuyarkan oleh seruan Billy tampak melambaikan tangannya kearah sekelompok pemuda-pemudi yang sedang berkumpul di sebuah perkemahan. Ryan melihat dua temannya yang lain, Linda, bersama Ferry sedang menyiapkan tenda.

“Lama banget, Bil! Kita sudah keburu mau masak!” gerutu Linda.
“Iya, iya! Nih, si Ryan lagi tidur sampai mengigau parah, masak pacarnya dilupakan!” goda Billy sambil menyikut rusuk Ryan.
“Yaah, dasar pemalas!” timpal Ferry. Ryan masih tampak melongo, ia sekarang bingung membedakan apa yang terjadi; antara kenyataan dan mimpi. Bukankah tadinya ia hanya pergi ke gunung itu bersama Melissa? Lalu apa yang dilakukan oleh teman-teman kuliahnya disini? Sejak kapan ia mengajak mereka kemping bersama?

“Heei, kayunya sudah datang belum?” tiba-tiba terdengar suara dari dalam salah satu tenda itu, kain tenda itu disibakkan dan keluarlah seorang gadis muda berambut panjang. Ryan mengenali gadis itu sebagai Felicia, pacar Billy.
“Sudah nih, Sayang!” jawab Billy sambil meletakkan potongan kayu bakar itu.
“Waah, syukur deh! Sudah lapar banget nih!” gumam Felicia. Felicia lalu kembali masuk ke tendanya.
“Hei, kayunya sudah ada tuh! Ayo, buruan!” ujar Felicia memanggil seseorang dari dalam tenda itu.

“Huuh untunglah! Aku kira kita bakal kelaparan malam ini!” terdengar gerutuan seorang gadis dari dalam tenda itu. Ryan tersentak terkejut. Rasa-rasanya ia mengenali suara itu…
Kain tenda itu kembali terbuka dan keluarlah sesosok tubuh seorang gadis yang membawa sekeranjang jagung yang telah dikupas. Ryan benar-benar terkejut setengah mati saat melihat wajah gadis itu yang tak asing lagi di ingatannya. Ya, gadis itu tak lain adalah Melissa; dengan tubuh yang sama persis dengan saat sebelum ia menjalani ritual itu, namun rambutnya tidak lagi pendek, melainkan hitam panjang sebahu dan dihias dengan bando putih.

“M… Mel?! Melissa?!! Kamu… kenapa masih disini?!” seru Ryan setengah tidak percaya. Para pemuda-pemudi itu tampak bingung dan keheranan saat Ryan memanggil nama “Melissa” itu.
“Hee? Ryan? Kamu panggil siapa tuh?” tanya Felicia heran.
“Tuh kan? Dia mengigau lagi! Oii, Lii…lyy! Si Ryan punya selingkuhan tuh! Sampai kebawa mimpi!” Goda Billy.
“Iya nih! Dari tadi melongo saja melulu! Kebanyakan tidur, mimpiin si Melissa kali!” canda Linda.
“Heeh? Kamu mimpi apa sih Ryan? Siapa itu Melissa?!” tanya gadis yang dipanggil Lily itu dihadapan Ryan sambil berkacak pinggang.
“E… eh… kamu…” ujar Ryan bingung sambil menunjuk ke arah Lily.
“Bil, tadi dia terhantam apa sih? Kok jadinya linglung begini?” tanya Lily heran.
“Tahu, demam kali, ya?” tanya Billy.
“Ta… tapi… kamu kan Mel… Melissa…”
“Sejak kapan aku berganti nama, heeh? Dasar! Namaku Lily tahu! Li… ly!! Bukan Melissa!!” tegas Lily.
“Nama pacar sendiri saja sampai lupa, dasar si Ryan!” imbuh Felicia.
“Li… Lily?” Ryan tampak kebingungan.
“Duh! Ampun deh! Sudah sana! Kamu istirahat saja, mungkin kamu kebanyakan bergadang!” omel Lily.

Ryan terkesima sesaat, apakah gadis ini bukan Melissa? Bagaimana mungkin? Selain rambut panjang sebahunya yang menggantikan rambut pendek Melissa, tubuh dan suara Lily sama persis dengan tubuh dan suara Melissa sebelum berubah menjadi Cerenia; dan lagi watak dan sifat mereka sama persis! Apa yang sebenarnya telah terjadi? Ryan semakin tenggelam dalam pemikirannya. Apakah ini adalah kenyataan atau hanya mimpi?

Tiba-tiba, Ryan mencium aroma bunga lili dari saku bajunya. Ryan terpana saat mengingat bahwa wangi itu adalah wangi tubuh Cerenia. Ryan segera merogoh sakunya, ia menemukan sehelai saputangan wanita dari sutra putih yang memancarkan aroma wangi itu. Ryan sadar, bahwa yang semua dialaminya di villa itu adalah nyata saat melihat saputangan itu.
Ryan melihat seperti ada noda di saputangan putih itu. Karena penasaran, ia pun membentangkan dan memperhatikan sapu tangan dengan seksama, rupanya noda itu adalah sebuah tulisan kecil yang bertuliskan…
“Vaarwell… Tot ziens, Ryan. Aku pasti akan menemuimu lagi… walaupun harus mengarungi waktu…” demikianlah tulisan itu tertera di saputangan itu.

Saat membaca tulisan “Aku pasti akan menemuimu lagi walaupun harus mengarungi waktu” itu, seketika itu pula Ryan memahami apa yang telah terjadi. Ya! Karena keberadaan Melissa telah berpindah mundur ke tahun 1840, maka wajar saja apabila tidak ada orang yang mengenal nama “Melissa” di masa ini karena alur sejarah telah sedikit berubah dengan keberadaan Melissa di masa lalu. Tentunya Lily telah menggantikan keberadaan Melissa dan ini pula yang menjelaskan mengapa peristiwa yang terjadi sekarang berbeda dengan apa yang terjadi sebelumnya; mengapa ada teman-teman Ryan dalam masa saat ia kembali dan situasi yang telah jauh berubah dengan tergantikannya keberadaan dan posisi Melissa oleh Lily sebagai pacar Ryan.
Ryan pun akhirnya menyadari arti dari keberadaan Lily, itulah penepatan janji Melissa untuk kembali bersamanya, setelah beberapa dekade yang memisahkan mereka. Pastilah Lily merupakan inkarnasi dari Melissa; guna menepati janjinya seperti yang telah tertulis di saputangan itu. Ryan tersenyum penuh kebahagiaan saat melihat janji Cerenia yang tertulis di saputangan itu. Saat ini yang ada dihadapannya adalah kenyataan, Melissa telah berhasil menepati janjinya, ia kini kembali sebagai gadis yang bernama Lily!

“Hayoo, sapu tangan siapa itu?! Punya si Melissa itu, ya?!” tiba-tiba terdengar suara wanita yang membuyarkan lamunan Ryan.
“Eergh…” Ryan mengerang saat telinganya tiba-tiba dijewer keras dari belakang.
“Kamu beneran selingkuh ya? Heh?!” terdengar suara Lily dari belakang.
“Li… Lily?” Ryan menoleh dan dilihatnya wajah yang telah lama ia rindukan itu, wajah manis gadis itu tampak merengut kesal dengan sorot mata yang tajam penuh kecurigaan.
“Akhirnya sadar juga deh! Kukira kamu kebentur batu atau demam sampai amnesia! Masak lupa dengan nama pacarmu sendiri.” ujar Lily.
“Nah, sekarang jelasin padaku, itu sapu tangan cewek yang mana, Bung Playboy?” lanjut Lily sambil menguatkan jewerannya di telinga Ryan.
“Egh! Bu… bukan…aku… saputangan ini punyamu…” tutur Ryan sambil menahan rasa sakit di telinganya.
“Eh?”
“Iya… Aku mau memberikannya untukmu…” jelas Ryan.
“Yang benar?”
“Iya… anggap saja aku mengembalikannya padamu.” Ujar Ryan. Lily mengrenyitkan dahinya sedikit kebingungan. Namun ia tetap mengambil saputangan itu dari tangan Ryan.
“Lhoo… kenapa ada tulisanku disini?” tanya Lily bingung saat melihat tulisan Cerenia. Ryan hanya tersenyum karena mengetahui fakta dari asal-usul saputangan itu.
“Kan sudah kubilang, sapu tangan itu punyamu.” Jawab Ryan.
“Huuh, dasar aneh! Ya sudah, sapu tangan ini kuterima! Tapi kamu beneran nggak selingkuh kan?” tanya Lily sambil mendelik ke mata Ryan.
“Iya… sumpah! Buat apa aku cari pacar lagi? Pacarku saja sudah manis begini!” bujuk Ryan. Lily menatap tajam sorot mata Ryan, entah kenapa ia bisa merasakan bahwa Ryan tidak berbohong dan ada perasaan sayang dari sorot mata Ryan itu. Lily pun melepas jewerannya sambil tersenyum.
“Ya sudah, asal kamu nggak bohong. Aku nggak marah…” Ujar Lily.
“Nah, ayo! Kita mau pesta jagung bakar! Tolong bantu kami, ya!” lanjut Lily sambil tersenyum manis dan mengulurkan tangannya. Ryan melihat wajah Lily; ya, itulah senyum manis yang telah membuatnya jatuh hati pada Melissa, senyum itu sama persis dengan senyum Lily saat ini. Ya, Melissa telah hidup kembali sebagai Lily untuk menepati janjinya!

Tak kuasa menahan gejolak emosinya, Ryan segera meraih uluran tangan Lily dan menariknya kearah tubuhnya.
“Kyah!” Lily menjerit saat tubuhnya bertubrukan dengan tubuh Ryan. Ryan segera mendekap Lily sekuat mungkin, seolah tidak rela melepaskannya lagi.
“Ah! Hei, Ryan! Apa-apaan sih?!” protes Lily.
“Maaf, tapi bolehkah aku seperti ini sementara waktu?” pinta Ryan dengan suara yang bergetar menahan haru. Ia masih belum percaya bahwa kekasihnya itu masih bersamanya dan mereka tidak lagi terpisah; perpisahannya dengan Melissa seolah hanya mimpi semata. Ryan tidak peduli lagi dengan apa yang telah terjadi. Ryan mendekap erat tubuh Lily; ia bisa merasakan detak jantung Lily dengan amat nyata, bukti bahwa mereka hidup di masa yang sama. Lily sendiri bisa merasakan bahwa Ryan sedang tertekan dan terkejut. Lily pun sedikit tersenyum, ia seolah bisa merasakan dan mengerti akan keadaan hati Ryan yang galau dan berusaha menghiburnya sebisa mungkin.
“Kamu aneh deh, Ryan! Sebenarnya kamu kenapa sih? Ya sudah, kamu boleh memelukku sampai kamu baikan. Tapi jangan kelamaan, ya? Awas lho, kalau semua jagungnya keburu disantap mereka…” ujar Lily setengah bercanda sambil mengelus punggung Ryan untuk menenangkan pemuda itu.
“Terima kasih, Lily…” ujar Ryan pelan.
Ryan kembali menitikkan air mata, namun air matanya bukanlah air mata kesedihan lagi, namun air mata bahagia yang mengalir turun dari pipinya. Ryan tahu, bahwa ini adalah kenyataan indah yang telah menghapuskan mimpi buruk akan kehilangan kekasihnya untuk selamanya itu. Baginya, keberadaan Lily sudah lebih dari cukup untuk menghapuskan luka hatinya dan sebagai bukti nyata bahwa Melissa telah kembali padanya.

“Mimpi buruk itu telah berlalu… “ bisik Ryan pelan.
“Dan walaupun saat ini adalah sebuah mimpi, kumohon, jangan bangunkan aku…” lanjutnya.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar