Daftar isi

Rabu, 18 Januari 2012

Widya, a long day at the office - 1

Jakarta, medio September 2000.

05:00 WIB..
Bip.. Bip.. Bip.. Bip
Terdengar suara mirip alarm berbunyi berulang-ulang saat aku masih meringkuk di balik selimut hangat dan nyaman yang menemani tidurku sepenjang malam.
Bip.. Bip.. Bip.. Bip..
Menyebalkan sekali bunyi itu. Kuletakan kedua tanganku di kepala dan mulai memijit-mijit halus kepalaku agar rasa pening ini segera berlalu dan aku dapat meneruskan percumbuanku dengan ranjang ini.
Bip.. Bip.. Bip.. Bip..
Ah! sebegini parahkah hangover yang aku alami? Aku memang semalam minum agak banyak dalam pesta ulang tahun rekan kantorku Diana yang diadakan di News Cafe Kemang. Aku ngerasa betul-betul 'having a good time' sampai lepas kontrol menghabiskan 2 gelas contreau' ditambah segelas 'Long Island. Aku memang bukan tipe wanita peminum (Thank God!), namun dalam saat-saat tertentu aku bisa minum diluar kemampuanku apalagi ketika aku sedang benar-benar in the good mood.

.. Bip.. Bip.. Bip..
Bunyi itu rasanya familiar buat pendengaranku. Sepertinya bunyi yang rutin kudengar tiap hari. Mana mungkin pikirku.. Aku khan nggak tiap hari minum sampai 'hangover begini. Tunggu sebentar.. Wait a second.. Aku mengumpulkan kesadaranku yang masih melayang kira-kira setengah meter diatas tubuhku.

"Ya ampun suara itu..!"

Tersentak aku sambil bangun dari ranjangku setengah melompat. Itu bunyi alarm jam-ku! 'Oh Widya kenapa jadi begini!' Kukenali suara itu.. Itu suara si peri baik yang biasanya berbisik di telinga kananku. 'Jangan sampai telat lho' katanya lagi menasihatiku. Aku menjawab nasehatnya dengan segera masuk ke shower dengan langkah yang masih setengah diseret. 'Ah Widya.. Udahlah ngapain susah-susah.. Khan lamu bisa telpon kantor terus bilang nggak enak badan' Nah yang ini pasti suara si peri nakal yang selalu berbisik di kuping kiriku. 'Just one phone call aja dan kamu bisa kembali merasakan kenyamanan ranjangmu' ucapannya kian menggoda.

Nggak mungkin lah kataku dalam hati. Soalnya hari ini aku harus ketemu supplier-ku dan nggak mungkin di cancel begitu aja. Segera aku membuka kran shower dan si peri pun lenyap tersapu air deras yang menerpa kulitku. Sejenak aku melirik ke kanan dan kulihat si peri baik tersenyum kepadaku. Seperti biasa aku tidak pernah memakai water heater/pemanas untuk mandi pagi karena aku lebih suka membiarkan dinginnya air shower ini memberikan 'shock terapi buat mengusir rasa malas dan kantuk-ku.

Betapa segarnya merasakan siraman shower di atas kepalaku bagaikan rintik hujan yang terus-menerus menerpa membuatku sejenak memejamkan mataku dan membiarkan air dari shower itu terus turun menjelajahi lekuk-lekuk tubuhku. Kurasakan sejuknya air membelai tubuhku dari atas sampai ke bawah menggelitik tubuhku dengan rasa dinginnya. Rasa dinginnya menimbulkan rasa merinding terutama di wilayah dadaku. Terasa payudaraku agak mengeras dan kedua puting susu-ku yang berwarna merah muda agak kecoklatan menjadi lancip meregang suatu sensasi yang sulit diungkapkan. Kuteruskan mandi pagiku dengan bersenandung dan kadang menyanyikan potongan bait lagu Mariah Carey kesukaanku.. And the hero comes along.. With the strength to carry on..

20 menit kemudian aku sudah berada di meja makan, menghabiskan sarapan pagiku sambil terburu-buru. Oh ya aku sangat mengutamakan sarapan karena aku tipe pekerja yang aktif bahkan cenderung workaholic. Berbeda dengan teman-teman wanitaku yang lain, aku tidak terikat untuk melakukan diet. Pertama adalah karena aku tipe sibuk dan banyak kegiatan sehingga selalu butuh tambahan energi, kedua adalah karena aku tipe cewek yang susah gemuk. Bukan karena cacingan tapi karena kegiatanku yang padat membuat bentuk tubuhku senantiasa terjaga.

Pukul delapan tepat saat aku melirik jam tanganku ketika memasuki pintu kantor Segaris senyuman ramah dari Nina resepsionis kantor menyambutku hangat. Ucapan selamat pagi kuterima dari Bramanto, satpam kantor yang bertubuh tinggi besar namun memiliki suara seperti tikus kejepit. Kontras sama bodinya. Aku balas menyapanya sambil berlalu menuju ruangan kerjaku.

Perusahan tempat aku bekerja ini adalah perusahaan percetakan dan penerbitan terbesar di indonesia dan aku adalah salah satu manager disitu. Usiaku 28 tahun dan ini adalah tahun keempat aku bekerja disini. Gelar S1 UI dan S2 di sebuah perguruan tinggi di Australia sepertinya sangat menolongku mencapai posisi ini dalam waktu relatif cepat. Cukup cepat sehingga menimbulkan kecemburuan diantara rekan-rekan senior disini. Well, bagiku itu problem mereka yang penting aku tidak menginjak kepala mereka untuk menduduki jabatan ini.

Ruang kerjaku terletak di lantai 4 di gedung milik perusahaanku. Gedung yang cukup besar karena sekaligus menjadi satu dengan tempat percetakan dan penerbitan. Ruang kerjaku tidak terlalu besar tapi juga tidak kecil. Cukuplah bagiku untuk bisa melakukan senam-senam kecil di siang hari. Oh iya itu merupakan salah satu kebiasaanku untuk menghilangkan penat dan merenggangkan otot. Kebiasaan itu terbukti cukup sukses mengurangi stress dalam bekerja.

"Tok.. Tok.. Tok" terdengar ketukan dan sesaat kemudian seraut wajah muncul dari balik daun pintu itu.
"Hai.. Good morning Wid" ucapan itu muncul dari wajah ganteng milik Hendra asistenku.
"Eh.. Pagi Hen" jawabku.
"Wah gimana Wid.. Masih hangover?" Hendra bertanya sambil melangkah duduk di depan mejaku.
"Thank God nggak tuh.. Tadi waktu bangun tidur sih sempet agak pusing tapi sekarang sudah enggak lagi tuh".

Hendra semalam yang terpaksa mengantarku pulang karena aku sudah terlalu 'hi' buat mengemudi.

"Sungguh.. Aku baru kali itu liat kamu mabuk Wid" ujarnya sambil sebuah map berisi berisi beberapa berkas yang harus kuperiksa.
"Oh ya.. Aku juga enggak tahu tuh bisa kebablasan minum gitu" aku menjawab dengan enteng sambil membaca berkas-berkas yang disodorkannya.

Hubunganku dengan Hendra memang lebih mirip hubungan antar teman biasa. Aku sendiri yang meminta dia agar bersikap informal dalam hubungan kita. Dia baru mulai bersikap formal dengan memanggilku 'bu' apabila dalam situasi-situasi tertentu saperti dalam rapat atau di depan atasanku. Umur kita berdua hampir sama. Aku cuma lebih tua setahun darinya. Hendra sudah berkeluarga dengan satu orang putra balita. Kami biasa bercerita apa saja mulai dari masalah keluarganya atau kantor bahkan sampai masalah sex kami bicarakan dengan gamblang. Tidak jarang kita suka bertukar joke-joke ringan mengenai sex.

Hendra memang ganteng tapi cara bicara dia yang halus bahkan cenderung kemayu makin membuatku tidak risih dengannya. Kalau bisa dibandingkan, gaya bicara dan tindak tanduknya mirip Syahrul Gunawan bintang sinetron yang kemayu itu. Malahan dalam urusan gosip dia menjadi trend setter di kantorku. Apabila terlihat kerumunan ibu-ibu saat jam makan siang dan suasananya riuh, dapat dipastikan kalau Hendra berada ditengah-tengahnya sedang memeberikan laporan up to date-nya tentang gossip hari itu.

"Hen, bagaimana tentang nanti siang? Jam berapa Pak Faisal datang?" tanyaku. Pak Faisal itu adalah suplier yang akan kutemui siang ini.
"Oh iya.. Dia datang setelah jam makan siang"
"Tadi sekretarisnya sudah confirm kesini" ujarnya lagi menambahkan.
"Eh tahu nggak Wid tentang desas-desus Mbak Diana dengan si Nina resepsionis itu?" kata Hendra mulai dengan nada 'rumpi-nya'.

Memang akhir-akhir ini di kalangan keryawan disini tersebar isu yang mengatakan kalau Diana teman kantorku dari bagian finance yang semalam berulang tahun itu seorang 'lines' (lesbian) dan memiliki 'affair' dengan Nina resepsionis baru kantorku.

"Ah masa sih.. Diana khan sudah punya suami" aku menimpali sambil membereskan beberapa pekerjaanku.

Sebetulnya aku nggak suka ngomongin sesama teman. Apalagi gosipnya termasuk dalam kategori 'berat' seperti itu.

"Tapi kayaknya benar tuh.. Akhir-akhir ini mereka suka keluar makan siang berdua dan selalu nggak mau gabung kalau diajak makan bareng sama yang lain". Hendra makin seru dengan gosipnya. Kemudian dengan menurunkan nada suaranya ia berkata," Ada lagi yang lebih parah Wid".

Melihat ekspresi Hendra yang serius aku jadi mulai penasaran akan ceritanya.

"Parah gimana?" tanyaku sambil ikut2an merendahkan nada suaraku.
"Si tikus kejepit Bramanto.. Pernah liat mereka berdua kiss-kissan sambil pegang-pegangan di toilet".

Wah seruku dalam hati. Gosip sih gosip, tapi kalau ternyata memang betul?

"Pervert banget dong.. Si bramanto ngomong benar tuh?" kini aku benar-benar tertarik. Tak dapat terbayangkan olehku kalau di kantor ini telah terjadi hal-hal yang betul-betul 'kinky' itu.
"Aku sih percaya omongan dia.. Lagipula kamu nggak tahu yah kalau semalam Mbak Diana tuh pulangnya bareng Nina. Lagian baru kali ini khan anak resepsionis yang masih baru sudah diundang acara luaran kita" katanya lagi.

Wah aku tidak sanggup meneruskan bayanganku tentang hubungan mereka itu.

"Ah thats enough Hen.. Aku sih mending diam ajalah.. Kecuali benar-benar ngeliat di depan mata kepala sendiri" Kataku, ingin segera menyudahi pembicaraan ini karena aku merasa bersalah sudah membayangkan Diana melakukan perbuatan itu.
"Ok ok terserah kamu deh Wid, moga-moga juga gosip itu nggak benar semua.. Aku cerita ke kamu aja sih soalnya khan kamu termasuk dekat sama Mbak Diana" Kalimat Hendra seakan mencari pembenaran bagi ke'ember'annya itu.
"Knock it off.. Will u.." kataku sambil bercanda dan mengibaskan tanganku seakan aku tidak begitu tertarik dengan gosip itu." I think we better back to work.. Ndra tolong kamu siapkan berkas penawaran dari suplier sebelumnya and i want it on my desk before lunch time" Sudah cukup 'chit-chat-nya' dan aku kembali ke gaya kantoran lagi.
"Ok deh mam'.. Eh kamu mau lunch bareng enggak nanti?". Hendra bertanya sambil melangkah menuju pintu.
"Mmm.. Aku mau makan siang di sini aja.. Thx buat ajakannya" jawabku.

Snip! Hendra membalas dengan menjentikan jarinya lalu jari telunjuknya mengarah padaku lalu dengan gaya kartun-nya yang agak ngeselin dia mengedipkan matanya sambil berucap" see u then".

Grown up man! itu yang terucap dalam hatiku melihat tingkah Hendra yang kadang masih kekanakan. Anyway kalau nggak ada dia aku kesepian juga sih soalnya dia orangnya easy going dan asyik aja (kecuali kalau kita lagi serius kerja). Geli juga sih ngebayangin gimana kelakuan dia di rumah. Khan dia sudah berkeluarga. Gimana cara istrinya menghadapi sifat 'rumpi' dan childish suaminya itu? 'Widya.. Go back to work!' Ah si peri manis kembali berbisik di telinga kananku mengingatkanku agar kembali ke pekerjaanku.

Belum sejam aku tenggelam dalam kesibukanku aku mendadak dikejutkan dengan suara berisik dari jendelaku. Begitu aku palingkan wajahku ke arah jendela tampak sesosok tubuh pria berdiri diluar. Oh rupanya itu maintenance kantor yang sedang membersihkan jendela dengan menggunakan lift khusus untuk membersihkan jendela gedung tinggi. Kulihat petugas pembersih itu mengenakan safety helm dan kemeja seragam maintenance kantorku. Dipinggangnya dia memakai ikat pinggang pengaman dan berbagai alat pembersih tergantung di pinggangnya. Terlihat wajahnyayang keras dan kulitnya terbakar ditimpa matahari.

Gerakan tangannya yang berotot itu terlihat luwes menggerakan pembersih kacanya sementara tangan yang satu lagi sesekali menyemprotkan cairan pembersih. Mataku tertuju pada bagian celananya yang terlihat menyembul tanpa kusadari aku menelan ludah menatap daerah kejantanan pria itu yang terlihat seperti polisi tidur menggunduk di daerah retseling celananya.

Bersambung . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar