Daftar isi

Senin, 09 Januari 2012

The Bitches – 1

Dua hari lagi Mas Adit pulang. Pagi itu aku sedang menyirami bunga saat Surti, sekretaris Pak Anggoro meneleponku. Dia berkata bahwa dia sedang berbelanja di Carrefour dan dia ingin mampir ke rumahku pulangnya nanti, dan dia menawarkan sekedar oleh-oleh untukku. Hubungan telepon yang singkat dari Surti tadi ternyata mengawali lengkapnya perselingkuhan seksualku selama ditinggal Mas Adit bertugas ke Kalimantan.

Surti sering berhubungan dalam urusan pekerjaan dengan Mas Adit. Aku cukup dekat mengenalnya karena beberapa kali dia ke rumahku karena ada urusan dengan Mas Adit. Dia biasa memanggilku dengan “Mbak Marini” atau “Mbak Mar”. Orangnya sangat anggun, cantik, sensual, ramah, jangkung dan atletis dengan tinggi hampir 180 cm, oleh karenanya dia termasuk yang terpilih sebagai pemain bola volley di kotanya, Salatiga, Jawa Tengah.

Surti berusia sekitar 28 tahunan, hampir sama dengan usiaku. Tetapi untuk gadis secantik itu, sampai sekarang dia belum juga menikah. Bahkan menurutnya pacar pun dia tidak punya. Hobbynya mirip hobby lelaki. Naik gunung, terjun payung, arung jeram, menyelam di laut dan lain sebagainya. Aku selalu merasa senang jika berada di dekatnya. Dia senang berseloroh denganku. Dan biasanya dia juga suka memegang-megang bagian tubuhku, baik itu buah dada, bokongku dan lain-lainnya. Dia selalu memuji kecantikanku. Dia bertanya tentang bagaimana caraku merawat muka, buah dada maupun kelangsinganku. Sedangkan dia sendiri sebenarnya sudah sedemikian cantik, langsing, pantatnya seksi dan indah. Ah, mungkinkah dia hanya tertarik dengan wanita? Aku tidak ingin berfikir negatif.

Akhirnya dia datang. Kulihat mobil Surti diparkir di halaman rumah. Dia turun dengan kantong plastik besar dari Carrefour. Buah dadanya yang besar nampak berayun saat dia menggerakkan tubuhnya atau saat sedang berjalan.
Pahanya yang nampak kokoh sintal membayang dari celananya yang berbahan sifon lembut yang ketat. Dengan memakai blus kembang-kembang warna ceria, Surti tampil layaknya seorang artis bintang sinetron yang sedang naik daun. Berkesan “smart”, seksi dan sekaligus sangat sensual.

Kujemput dia. Selintas parfumnya menerpa hidungku. Dia berikan oleh-oleh untukku. Ada buah-buahan, daging sirloin kesukaanku, makanan kecil dan sebagainya. Dia berkata bahwa di kantor sedang suntuk. Banyak urusan yang tidak selesai-selesai. Dia ingin membolos dulu. Dia hanya telepon ke kantornya bahwa ia sedang terkena infuenza dan akan ke dokter.

Setelah kubuatkan minuman untuknya, kami duduk mengobrol di ruang tamu. Tiba-tiba ekspresinya nampak serius.
“Mbak Marini, udah 3 hari ini temen-temen deket Pak Adit membicarakan Mbak lho. Mereka bilang telah tidur sama Mbak di villanya Pak Anggoro di Bogor. Tadinya aku pikir pasti fitnah. Tetapi hari Sabtu kemarin, ketika tanpa sengaja aku mendengar telepon Pak Anggoro ke Mbak, kemudian karena sifatku yang ingin tahu, aku mengintip Pak Anggoro ke Dome untuk menemui Mbak, dan berikutnya aku mengintip Mbak Mar bersama Pak Anggoro memasuki President Suite di Grand Hyatt, maka aku jadi berpikir kalau ternyata bener juga kata temen-temen kantor itu”.
Sampai di sini dia berhenti, memandangku dengan penuh selidik. Terus terang informasi ini membuatku takut, gelisah dan khawatir. Khususnya yang berkaitan dengan hubunganku dengan Mas Adit. Dan lebih dari itu adalah harga diri Mas Adit. Aku berpikir, siapa sebenarnya yang jadi biang keladi dari semua ini. Mau apa dia setelah menerima kenikmatan dariku?

“Aku sih nggak terlalu menganggap serius, Mbak. Ah, hal seperti itu khan biasa dalam kehidupan ini. Satu naksir yang lain. Kemudian mengayuh kenikmatan bareng. Ya khan, Mbak”.
Surti memberi kesan bahwa baginya, itu sama sekali bukan hal perlu dikhawatirkan.
“Masalahnya Mbak, kalau Pak Adit nanti datang, dan denger yang macem-macem itu, terus bertanya kepadaku, lalu apa yang mesti kujawab. Di kantor dia hanya mempercayaiku untuk masalah-masalah begini. Aku memang biasa polos apa adanya”.
Aku masih juga belum mengerti arah dan tujuan Surti menceritakan hal ini. Sampai saat ketika dia mendekat padaku..,
Dia menyentuh payudaraku, mengelusnya, kemudian jari-jarinya meraih putingnya, memainkannya sambil berbicara.
“Tapi jangan khawatir Mbak, aku akan membantu Mbak agar Pak Adit tidak mempercayai gosip-gosip itu”.
Oh, rupanya persoalan masih belum selesai. Aku jadi tahu sekarang, rupanya di kantor Mas Adit juga ada serigala betina yang kelaparan.
Dan aku tak punya pilihan. Aku percaya hanya Surti yang bisa menolongku. Dia akan mengusahakan setiap orang, dalam hal ini Rendi, Burhan, Wijaya dan Basri agar tutup mulut. Surti cukup disegani karena posisinya sebagai sekretaris Pak Anggoro.
“Mbak, aku sungguh naksir Mbak deh. Sudah lama aku naksir Mbak. Mbak cakep banget sih”.
Selama ini ternyata dia memendam birahi padaku. Dan dengan adanya kasus villa Bogor itu, dia melihat kesempatan.
Aku masih bengong dan belum bisa berpikir jauh saat dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Makin dekat, makin dekat. Dan tahu-tahu bibirnya dengan lembut telah menyentuh bibirku.
“Mbak”, Surti mencium bibirku.
Tangannya mendorongku ke sandaran sofa dan bibirnya mulai melumat bibirku. Selintas parfumnya menyergap hidungku.
Terus terang aku tidak siap dengan apa yang sedang berlangsung ini. Surti yang sangat cantik ini tiba-tiba datang dan menceritakan kasusku di villa Bogor, dan sekarang bibirnya telah melumat bibirku. Dan aku masih bengong saat libidoku kembali mendesak bibir dan lidahku untuk membalas lumatan Surti.

Begitu aku membalas lumatannya, Surti mendesah.
“Mbbaakkk.., oohhh..”
Aku jadi tergetar. Dan aku sendiri sejak merasakan nikmatnya berhubungan seksual antar sesama perempuan dengan Indri tetanggaku itu, aku sering atau bahkan hampir selalu juga mengagumi sesama perempuan secara erotis, khususnya yang jangkung, sintal dan seksi seperti Surti ini. Dan saat Surti kembali memelukku dengan erat, aku pun meresponsnya. Aku juga mengelus punggungnya, aku juga membelai rambutnya. Kemudian Surti melepas pelukanku.
“Oocchhh.., Mbak.., aku bahagia sekali Mbak Adit mau menerimaku”.

Dia menunjukkan ekspresi betapa bahagia dan gembiranya bahwa obsesi birahinya padaku akhirnya kesampaian juga. Kemudian selekasnya pula Surti kembali memelukku. Bibirnya mendekat. Tepian bibirku digigitnya dengan lembut. Kemudian dilumatnya seluruh bibirku. Ahh.., alangkah bedanya ciuman lelaki dengan ciuman sesama perempuan. Perempuan mencium perempuan lain dengan penuh kedalaman perasaan. Lumatannya mengalirkan ludahnya yang kurasakan seperti madu di lidahku. Aku membalasnya. Kami saling bertukar lidah. Aku melenguh pelan. Kemudian Surti mendadak menjadi liar. Dia menghujaniku dengan ciuman-ciumannya di telinga, di leher dan di bahuku yang terbuka. Dia merangkul pinggangku dengan penuh nafsu. Dimasukkannya tangannya ke balik blusku dan meraba-raba dan meremas-remas punggung, belikatku dan pinggulku. Aku menggelinjang.

Didorongnya aku hingga tergolek ke sofa. Dia berlutut ke lantai. Dibukanya kancing blusku. Dia benamkan wajahnya ke payudaraku. Dia keluarkan payudaraku dari balik BH. Dia sedot puting-putingku. Aku mendesah. Dia lepaskan rok bawahku hingga tinggal tersisa celana dalamku. Dia elus lembut pahaku dengan tangannya. Dia benamkan wajahnya ke perut dan pusarku. Bibir dan lidahnya terus menyedot dan menjilati bagian-bagian sensitifku. Aku merintih. Sambil memeluk pahaku, dia terus bergerak ke arah selangkanganku. Dia benamkan wajahnya ke selangkanganku. Hidungnya mengendus celana dalamku kemudian mendesak ke tepiannya. Lidahnya menjilat-jilat mencari bibir vaginaku. Aku menjerit kecil sambil meraih kepalanya dan menjambak rambutnya. Nafasku menyesak. Aliran darahku memacu dengan cepat.

Surti beringsut kembali ke arah dadaku. Dilepasnya BH-ku. Kemudian tanganku diraih dan dibawanya ke atas kepalaku. Kini ketiakku terbuka. Dibenamkannya wajahnya ke lembah ketiakku. Bibir dan lidahnya mengecup dan menjilati seluruh sudut-sudut sensual ketiakku. Dengan tangan-tangannya yang seolah berlaku sebagai kemudi, bibir dan lidah Surti merambah seluruh tubuh bagian atasku, baik sebelah kiri maupun kanan. Kemudian dia kembali memagut bibirku. Lumatannya menjadi sangat memabukkanku. Aku tak mampu lagi menahan desahan maupun rintihanku sendiri. Kenikmatan birahi telah menenggelamkanku dalam gelombang nafsu yang dahsyat. Aku menikmati kepasrahanku padanya. Kubiarkan Surti menumpahkan obsesinya dan memuaskan birahinya atas tubuhku. Aku menjadi sandera dan tawanannya karena perilaku teman-teman kantor Mas Adit. Aku hanya dapat melenguh dan sesekali merintih menanggung siksa yang sangat nikmat.

Surti berbisik di telingaku, “Mbak, ke ranjang saja, yuk”.
Ah, ide yang menarik, pikirku. Aku bangkit dan menuntun Surti menuju peraduanku. Selama 6 hari terakhir, aku telah melakukan selingkuh dengan melayani 3 orang teman Mas Adit di peraduanku ini. Ranjang yang semestinya hanya untuk aku dan Mas Adit, telah kunodai. Hari ini, Surti yang kutuntun ke ranjang ini, dia dengan ganasnya langsung menggelutiku. Dia perosotkan celana sifonnya yang lembut hingga lepas dari tubuhnya. Badan Surti yang jangkung dan kini setengah telanjang terpampang di depanku. Kecantikan dan sensualitas terpancar dari semua detail-detail tubuhnya yang sintal dan atletis itu. Rupanya inilah hasil dari hobbynya memanjat gunung dan mengarungi jeram riam. Aku terpesona. Aku tergolek di ranjang menunggu dengan pasrah. Surti melemparkan celananya begitu saja ke lantai, kemudian merangkaki tubuhku. Kami kembali saling melumat. Kudengar kini desahannya.
“Mbak Mariniii, aku sudah lama sekali mengimpikan saat-saat seperti ini”.
Kembali dia membenamkan diri di ketiak, dada, payudara, puting payudara, perut bahkan pusarku. Dia buka celana dalamku. Dia cium dengan lembut bulu-bulu halusku. Dia jilat memekku. Digigitnya dengan lembut bibir vagina dan kelentitku. Aku menjerit karena nikmat.

Kemudian dia merangkaki kembali tubuhku dan kembali bibirnya menjemput bibirku. Kali ini dia melumat-lumatku sambil tangan kanannya mengelus vaginaku. Dia mainkan jari-jarinya pada bibir vagina dan kelentitku. Kemudian jari-jarinya mulai berusaha menembus lubang kemaluanku. Aku tahu, ini akan menghasilkan kenikmatan bersama yang tak terperikan.
Saat jari-jarinya telah masuk menusuk, vaginaku di putar-putarnya. G-spotku yang merupakan titik pusat saraf-saraf peka birahi dalam lubang vaginaku menerima sentuhan jari-jari indah Surti. Aku tak kuasa untuk tidak menggelinjang. Pantatku menjadi gelisah dan meliar. Kunaik-naikkan pinggul dan pantatku untuk menyongsong jari-jari Surti.


Ke bagian 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar