Daftar isi

Senin, 09 Januari 2012

The Bitches – 5

Bu Retno nampak sangat binal. Dia berjongkok dengan sedikit mendongak menghadap celana dalam yang membungkus kemaluan Surti. Kemudian kulihat Bu Retno tampak seperti anak sapi yang menyusu puting induknya. Pasti hidungnya sedang berusaha menghirup sebanyak-banyaknya aromaa celana dalam tersebut. Terdengar desahan dan rintihan dari mulut-mulut mereka. Tangan Surti mengelus rambut Bu Retno. Mereka sedemikian asyiknya, seakan aku tidak hadir di ruangan itu. Adegan yang sekarang kulihat ini merupakan peristiwa pertama bagiku, dimana ada 2 perempuan bercumbu langsung di depan mataku. Aku ingin tahu, bagaimana kelanjutannya nanti. Dan merupakan hal yang sangat erotis bagiku untuk melihat dan mendengar desahan dan rintihan mereka dalam mengarungi lautan nikmat yang sedang melanda mereka saat ini.

Setelah cukup puas, Bu Retno bangkit dan kembali menciumi leher dan melumat mulut Surti. Kemudian pelan-pelan mereka bergeser ke ranjang. Kemudian aku menepi. Saat tiba di tepi ranjang, Surti menjatuhkan diri telentang di ranjang. Dia nampak bersikap pasif untuk melayani Bu Retno selaku dominatornya. Kulihat bagaimana binalnya Bu Retno merangsek selangkangan Surti. Seperti halnya serigala yang lapar, mulut sang putri ayu yang ningrat itu menggeram-geram karena khawatir makanannya di rebut serigala lain. Dan Surti sendiri dengan cepat meraih bantal dan tepian ranjang untuk diremasnya dalam upaya menahan nikmat yang melandanya.

Aku semakin tidak tahan mendengar desahan dan rintihan pilu tapi sekaligus erotis mereka. Kedengarannya mereka sedang tersiksa dan penuh derita. Aku jadi tergoda untuk mendekati Surti. Kuperhatikan wajahnya membalik ke arah “back drop” tempat tidur sambil menyeringai mengeluarkan rintihannya. Lehernya yang jenjang itu, nampak bersih mulus mengundang bibirku. Aku menelan air liurku. Buah dadanya yang bulat, besar dan sangat ranum tergoncang-goncang karena geliat blingsatannya dalam menahan kegatalan nonoknya dalam lumatan Bu Retno. Kulihat tangan Bu Retno menyingkap pinggiran celana dalam Surti dan lidahnya menjilati bibir vagina dan klitorisnya. Begitu nikmat nampaknya. Dan aku sangat merinding melihat ulah Bu Retno ini.

Aku mulai terseret dalam arus gelora birahi mereka. Aku kembali melihat wajah Surti yang tengadah dengan bibirnya yang terus mengeluarkan desahan dan rintihan. Dengan melihat bibir yang menggairahkannya itu, aku terdorong untuk mendekatkan wajahku. Dan kuputuskan untuk ikut ‘nimbrung’ dengan mereka. Kujemput bibirnya dan segera kulumat.
Surti langsung menerimanya dan merespons lumatanku dengan penuh kehausan. Mungkin dia memang telah menunggunya dari tadi. Aku kini ikut mengerang. Tanganku bertemu dengan tangan Bu Retno yang sama-sama meremas buah dada Surti. Jari-jariku, juga jari-jari Bu Retno memainkan puting-puting payudara Surti.

Kini ada 3 perempuan yang sama-sama mengayuh nafsu birahi di ranjang Bu Retno.
“Ludahi aku Mbak Mar.., ludahi aku.., tolong Mbak Mar.., aku hausss.., tolong..”, Surti meracau kehausan birahi.
Bibirku bergeser melumat lehernya yang jenjang itu. Kepalanya yang masih mendongak ke “back drop” ranjang membuatnya lehernya yang jenjang demikian terbuka. Bibir dan lidahku menyisir seluruh lekukan dan lipatan-lipatan leher indah itu. Harum leher Surti yang alami dengan semburat parfumnya terus terbawa hingga tidurku selama ini.
Aku kemudian bergesar ke dadanya. Berebut dengan tangan Bu Retno, aku mencium buah dada Surti dengan penuh perasaan birahiku. Buah dada Surti juga menebarkan aroma alami serta berbaur lembut dengan aroma parfumnya. Aku mengisap-isap setiap milimeter buah dada ranum itu seakan ingin memindahkan sisa keringatnya ke lidahku. Aku kulum puting-putingnya.

Surti terus meracau kehausan birahi. Aku beringsut menuju ketiaknya yang terbuka karena tangannya ke atas dankepalanya meremasi bantal dan tepian ranjang. Aku sangat ketagihan bau ketiak seperti ini. Semburat bau bawang dari keringatnya bercampur dengan aroma pewangi di ketiaknya. Aku serasa tak ingin pergi dari lembah indah nan sensual milik Surti ini. Bermenit-menit aku asyik masyuk dalam ciuman dan jilatan pada ketiaknya. Kali ini tangan Surti dengan paksa meraih kepalaku untuk dipagutnya. Aku mengikutinya dengan kepasrahan nikmat. Surti dengan penuh kehausan melumat dan mengisap ludahku.

“Mbak Marini, aku sangat haus Mbak.., tolong Mbak…”, dia berbisik padaku kemudian mengangakan mulutnya.
Aku tidak tega akan permintaannya yang sedari tadi terus dia rintihkan. Aku mengumpulkan air liurku ke bibirku. Kuludahi mulut Surti yang segera mengenyam-enyamnya dan menelannya. Dia benar-benar kehausan. Beberapa gumpalan air liur dari bibirku kuludahkan ke mulutnya, hingga Surti tenang. Sementara itu rangsekan mulut Bu Retno di kemaluan Surti belum kunjung berhenti juga. Surti menjambak rambut Bu Retno dan menariknya ke mulutnya, kembali dia membisikkan hal yang sama seperti pada permintaannya padaku sebelumnya.

Mungkin Bu Retno sudah terbiasa dengan permintaan Surti ini. Berkali-kali dia mengumpulkan ludah di bibirnya dan kemudian diludahkannya ke mulut Surti. Aku melihat pemandangan yang sungguh luar biasa itu. Tidak tahu dari mana asalnya, tiba-tiba tangan Bu Retno telah menggenggam dildo yang telah siap dimasukkannya ke lubang vagina Surti. Aku dimintanya membantu mengarahkan tongkat kenikmatan itu ke lubangnya. Wow, aku kini melihat sebuah “close up” dari vagina Surti yang telah memberikan kenikmatan baik padaku maupun Bu Retno.

Dengan sedikit jembut di vaginanya, kemaluan Surti sungguh sangat ranum. Bibir-bibirnya yang menggumpal padat saat dilanda birahi, nampak kencang dan getas hingga pasti akan membuat setiap lelaki ingin segera menyetubuhinya. Dan kelentitnya itu, sangat merangsang. Lidahku tak bosan-bosannya mengulum dan melumatnya. Kini tanganku telah siap menusukkan dildo berkepala 2 itu ke kemaluan Surti. Kulekatkan salah ujung kepalanya ke bibir vagina Surti, kemudian kutekan.
Surti menjerit nikmat, “Aacchhh, Mbakkk.., terusin, Mbaak..”.
Dengan berlumuran lendir lengket cairan birahi Surti, dildo di tanganku pelan-pelan amblas ditelan vagina Surti. Kemudian aku mencoba memompakannya. Kulihat mata Surti terpejam-pejam menikmati tusukan dan pompaanku sambil tangannya lebih meremas dan menjambak rambut Bu Retno yang masih terus asyik melumat buah dada Surti. Nampaknya antara Bu Retno dan aku sejalan seperasaan. Bu Retno dan aku ingin agar Surti segera meraih kepuasan birahinya. Dan rasanya hal itu juga sangat diinginkan oleh Surti sendiri.

Saat pompaan dildo di tanganku menembus memeknya, Surti mulai histeris mengangkat-angkat pantatnya menjemput batang nikmat itu.
“Terus Mbak Maaar.., cepat lagi, Mbaaakkk.., teruusshh..”, Surti meracau.
Aku mempercepat pompaanku. Seperti layaknya perempuan yang hendak melahirkan, tangan Surti memegang kisi-kisi ranjang di belakang kepalanya dengan wajahnya yang menyeringai menahan kenikmatan gatal birahi di seluruh tubuhnya.
Bu Retno terus secara intensif melumat-lumat buah dada, puting dan mencengkeram ketiak Surti. Sementara pompaanku tak juga mengendor, bahkan semakin cepat.

Dan tak ayal lagi, dengan teriakan tertahan karena takut akan kegaduhan yang ditimbulkannya, kulihat dalam jarak dekat, cairan vagina Surti menyemprot berceceran mengalir keluar terbawa oleh batang tongkat dildo yang keluar masuk kupompakan ke dalam vaginanya. Bu Retno dan aku langsung ikut terseret dalam arus birahi Surti. Kami ikut menyala terbakar. Bu Retno menunjukkan kekuasaanya dalam ruangan sempit kamarnya itu. Direnggutnya dildo dari tanganku. Dicabutnya dari lubang vagina Surti kemudian dikulum-kulumnya. Mulutnya menyedot lendir Surti yang masih menempel di batang nikmat itu. Kemudian disodorkannya kembali mulutnya ke vagina Surti yang sedang kebanjiran cairan birahinya. Dengan penuh kerakusan, Bu Retno menjilat dan menyedot serta meminum seluruh cairan itu.

Aku sebenarnya juga sangat ingin bertindak seperti Bu Retno. Sejak aku memompakan dildo ke kemaluan Surti tadi, aku sudah membayangkan menyedot cairan Surti langsung dari lubangnya. Tetapi, Bu Retno lebih berkuasa. Aku hanya dapat menelan air liurku melihat kerakusannya. Tetapi sementara itu, justru aku merasa mendapat ‘kompensasi’ saat melihat pantat Bu Retno yang menungging dengan indahnya. Kulihat anusnya yang masih kuncup, dilingkari garis-garis tipis hingga ke titik pusatnya. Dan tak jauh dari itu, tepat di bawahnya, kulihat nonoknya yang merekah tembem di hiasi jembut-jembut tipisnya.

Seperti tertarik medan magnit yang sangat kuat, aku langsung menubruk pantat Bu Retno. Kujilati anal, nonok dan sekelilingnya. Kupuas-puaskan lidah dan bibirku menciumi anal Bu Retno yang wangi itu. Hidungku mengendusi aroma yang khas dari analnya. Rupanya aku tidak dapat berlama-lama menggeluti anal Bu Retno.
“Tolong Jeng.., Jeng Mariniii.., tolong.., masukin dildo ke nonokku.., ayoo Jeng..”
Sekali lagi aku tak bisa menolak permintaan nyonya boss besar ini. Rupanya dalam keasyikan menyedot cairan birahi dari vagina Surti itu, nafsu Bu Retno kembali melonjak. Kemudian jilatanku pada anal dan vaginanya bahkan mendongkraknya lebih jauh lagi.

Aku harus puas dengan apa yang sudah kuraih. Kusambut dildo dari tangan Bu Retno. Dengan tetap menungging sambil tetap menjilati cairan vagina Surti, memek Bu Retno kutusuk dengan dildo besar panjang itu. Dia menjerit kecil saat kepala dildo itu berhasil menembus gerbang vaginanya. Kemudian kupompa sedikit demi sedikit, hingga separuh dildo panjang itu terlahap habis ke mulut rahim dalam vagina Bu Retno.
“Ampun nikmatnya Jeng.., nikmat sekali Jeng.., terussshh..”
Kini Bu Retno menghentikan jilatan pada vagina Surti. Dengan kedua tangannya yang bertumpu pada kasur, dia gerakkan maju mundur pantatnya dalam upaya menjemput dildo di tanganku yang memompa vaginanya. Mendengar rintihan haus dan pilu serta erotis dari mulut Bu Retno, Surti yang baru saja meraih orgasmenya bangkit membantu Bu Retno dalam bisikan erotis di telinganya.
“Enak ya, Bu.., seperti kontol Basri ya Buuu..”, aku lebih terkejut lagi.
Tenyata serigala-serigala betina ini juga telah menikmati besarnya kontol Basri si Satpam itu. Kurang ajar. Tetapibiarlah, terbukti bahwa aku tidak sendirian kini, aku bahkan kini tersenyum. Dan tak urung aku juga mulai kegatalan lagi. Melihat apa yang tengah berlangsung, Bu Retno begitu menghayati dildonya dan membayangkan kontol Basri, nafasku kini memburu. Aku ingin berkesempatan sekali lagi meraih orgasmeku. Kukocok-kocokkan jari-jariku ke lubang kemaluanku hingga mulutku mendesah dan meracau ramai.
“Iya Buu.., kontol Basri itu gedee dan enak Buuu..”.
Mungkin karena desahan dan racauanku, Bu Retno semakin mempercepat gerakan pantatnya untuk menjemput dildo di tanganku. Dan melihatku yang juga telah ikut terseret dalam nafsu menggebu, Surti segera mengambil alih. Pompaan dildo di kemaluan Bu Retno dipercepatnya hingga Bu Retno menggelepar-gelepar, memegang keras-keras tangan Surti agar lebih mempercepat dan memperdalam tusukan dildonya dan akhirnya Bu Retno kembali mendapatkan orgasmenya, demikian pula aku. Begitu Bu Retno menumpahkan cairannya yang mengalir keluar dari nonoknya, dan begitu dipikirnya tugas dildo dalam vaginanya telah usai, Surti melepasnya keluar.


Ke bagian 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar